Belajar dari Penyegelan Kantor Camat Kahali, Pemkab Sumba Timur Akan Tertibkan Aset

oleh
oleh
Umbu Kudu Wohangara

Waingapu.Com – Masih ingat peristiwa pemberhentian sejumlah Pegawai Tidak Tetap (PTT) lalu? Lantas tepat pada Jumat (05/03) pagi, terjadi aksi pendudukan dan penyegelan kantor Kecamatan Katala Hamu Lingu (Kahali), Kabupaten Sumba Timur (Sumtim) – NTT? Aksi yang di latar belakangi ketidakpuasan warga terkait anak dan kerabatnya diberhentikan? Aksi yang tentunya dilakukan oleh warga karena didasari keyakinan bahwa tanah tempat berdirinya gedung-gedung fasilitas publik itu milik leluhur mereka?

Ditemui di ruang kerjanya pekan lalu, tersirat Bupati Sumtim, Khristofel Praing, masih sangat mengingat peristiwa itu. Hal itu nampak dari pernyataannya, bahwa peristiwa dimaksud menjadi pembelajaran.

“Dengan kejadian itu memberikan pembelajaran bagi kita bahwa ke depannya aset-aset Pemda itu memang harus kita ditertibkan. Karena bisa saja sudah diserahkan oleh orang tua, kakek-neneknya, namun kemudian mungkin juga bisa dikomplain oleh anak-anaknya. Saya pikir itu terjadi bukan di Sumba Timur saja, di mana-mana. Ini akan jadi pengalaman dan pembelajaran berharga untuk kita ke depan,” paparnya.

Masih terkait dengan peristiwa itu, Bupati Khristofel juga menyatakan akan memastikan dan melakukan penelusuran terkait kepemilikan tanah dan aset Pemkab di Kahali.

“Saya harus bisa memastikan dulu, saya akan memerintah pak Sekda dan Pak Asisten Satu untuk menelusurinya karena berkaitan dengan hak kepemilikan baik orang – perorangan, kelompok maupun organisasi pemerintah,” tandasnya.

Ditemui terpisah, Umbu Kudu Wohangara, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sumtim mengakui tanah-tanah itu belum bersertifikat atas nama Pemkab. Sumtim. Namun demikian kata dia, tanah-tanah itu telah diserahkan oleh pemiliknya pada Pemkab.

“Sudah-sudah diserahkan hanya memang sertifikatnya belum diurus. Karena sudah diserahkan jadi dibangun puskesmas dan kantor Camat,” tukasnya sembari menambahkan bahwa penyerahan itu disertai dengan prosesi adat pada masa Umbu Mehang Kunda menjabat sebagai bupati silam.

Seperti pernah diberitakan lalu, peristiwa penyegelan itu dilakukan oleh sekelompok warga dipimpin oleh Kananding Hamakonda dan Rosye M. Mauawang, yang mana keduanya adalah tokoh masyarakat setempat.

“Naah sekarang anak-anak kami diberhentikan, yaa maka mau tidak mau seluruh lahan hak milik orang tua atau keluarga yang diserahkan kepada pemerintah daerah mau tidak mau kami ambil kembali untuk dijadikan tempat makan kami punya anak-anak. Karena nasip anak-anak kami sudah antara langit dan bumi. Mau jadi apa lagi kita punya anak sudah diberhentikan dari pekerjaan, dorang mau kerja apa lagi, tidak mungkin dorang hidup di atas pohon seperti burung,” jabar Kananding Hamakonda, seperti terekam dalam video yang diterima media ini pasca aksi penyegelan itu. (ion)