Semua orang di SumbaTimur pasti mengenal cendana. Pohon ini begitu popular hingga tahun 90-an. Tidak heran, bila kemudian Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, Indonesia ini mendapat julukan sebagai pulau cendana. Permintaan yang tinggi terhadap pohon cendana karena kualitas kayunya yang sangat baik untuk industri furnitur dan juga dapat diolah untuk bahan parfum yang mahal, membuat banyak orang kemudian menebang dan menjualnya. Hasilnya, jumlah pohon cendana di rumahnya sendiri berkurang drastis.
Adanya mitos di kalangan masyarakat Sumba yang menganggap bahwa pohon cendana adalah pohonnya para dewa membuat tidak banyak orang mau menanamnya. Mereka menganggap, bila tetap bersikeras menanamnya, maka malapetaka akan menimpa mereka dan anak cucunya. Selain itu, tidak banyak orang yang tahu teknik bertanam cendana yang baik. Cendana termasuk tumbuhan parasit, jadi dia membutuhkan inang untuk bertumbuh besar. Hal ini pula yang jarang diketahui oleh para petani dan menyebabkan mereka enggan menanam karena berkali-kali gagal. Padahal, menurut para ahli tanaman, cendana amat cocok bila ditanam di wilayah di Sumba Timur yang umumnya tanahnya berbatu.
Hal tersebut pula yang ditegaskan Duta PBB untuk Lahan Kering, Dennis Philip Garity (6-9 Mei 2019) dalam courtesy meeting dengan pemerintah daerah yang dipimpin oleh wakil Bupati Sumba Timur, Umbu Lili Pekuwali.
“Cendana di Sumba adalah salah satu cendana terbaik di dunia, tapi kini tidak banyak cendana yang ditemui. Saya mendorong agar pemerintah mampu melihat pontensi ini dan meyakinkan masyarakat untuk melakukan penanaman cendana. Misalnya ada kebijakan dari pemerintah untuk menanam 50 -100 pohon per rumah tangga,” ujarnya.
Ikhwal kedatangan Dennis ke Sumba Timur karena ia mendengar bahwa pulau Sumba merupakan daerah yang kering karena curah hujan yang terbatas (3-4 bulan) dan tanahnya berbatu sehingga masyarakat sulit mengolahnya. Hal menarik lainnya yang yang ia mau saksikan ialah gerakan menghijaukan sabana, memelihara mata air serta pemanfaatan lahan untuk meningkatkan ekonomi petani dengan menanam pohon dan memelihara pepohonan liar dengan teknik palotang (bahasa Sumba Timur yang berarti merawat dan membersihkan). Teknik palotang sudah diperkenalkan sejak tahun 2012 oleh pelopornya sendiri yakni Anthony Rinaudo, seorang pemerhati lingkungan berkebangsaan Australia. Dengan teknik yang ia sebut dengan Farmer Managed Natural Regeneration (FMNR) atau palotang ini, Tony bersama masyarakat di Nigeria, Afrika Barat berhasil menghijaukan lahan seluas 6 juta hektar.
“Saat pohon sudah ada dan terpelihara di lahan seluas 6 juta hektar tersebut, maka masyarakat mampu meraup tambahan panen sebanyak 500 ribu ton pertahun, bahkan tanpa irigasi, pupuk, dan bibit unggul. Semua itu bisa terjadi hanya karena pohon-pohon tersebut mampu menciptakan iklim mikro dan meningkatkan kesuburan tanah,” jelas Tony pada pertemuan dengan petani penyuluh swadaya di Desa Rambangaru (8/5).
Hingga kini, kegiatan palotang masih berlangsung di masyarakat di 9 desa di kecamatan Haharu yakni Desa Kalamba, Praibakul, Rambangaru, Kadahang, Wunga, Napu, Prailangina, Mbatapuhu dan Matawai Pandangu. Sebulan sekali, masyarakat di desa tersebut berkumpul untuk merawat pohon-pohon di sekitar mata air atau padang. Kegiatan palotang ini mendapat pendampingan dan dukungan dari proyek Indonesian Rural Economic Development (IRED) yang diinisiasi oleh Wahana Visi Sumba Timur dengan menggunakan dana dari Pemerintah Australia melalui World Vision Australia.
Setelah mengunjungi lima desa yakni Kalamba, Rambangaru, Kadahang, Mbatapuhu, and Wunga, Dennis menyimpulkan bahwa gerakan palotang sudah semestinya mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan semua pihak sehingga masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kekeringan seperti kekurangan air bersih, kegagalan panen, kebakaran padang, dan kelaparan dapat teratasi. Dari pengamatannya selama kunjungan di desa, penanaman pohon gamal dan lamtoro serta perawatan pohon liar di daerah sabana akan meningkatkan volume tanah (yang semula tipis karena bebatuan) sehingga bisa digunakan untuk lahan pertanian yang subur. Ditambah lagi, ia memberikan saran untuk menanam mangga sebab mangga merupakan salah satu tanaman yang cocok untuk wilayah kering.
Selain itu, Duta Besar PBB untuk Lahan Kering ini membandingkan pula kunjungannya ke berbagai wilayah kering lainnya di dunia. Menurutnya, Sumba Timur masih mempunyai banyak potensi yang bagus untuk dikembangkan, salah satunya yakni lahannya yang luas. Ia mengomentari pula, aktivitas pembakaran sabana yang merugikan lingkungan yang kerap terjadi di Sumba Timur.
“Pembakaran sabana dengan alasan cadangan pakan ternak terbatas mampu diatasi dengan penyediaan bank pakan ternak yang bisa disediakan dengan melakukan palotang di semua desa,” lanjutnya.
Hadir pula pada kunjungan Tim ICRAF World Agroforestry Centre dan World Vision Australia. (Uliyasi Simanjuntak)