Waingapu.Com – Pandemi Covid-19 yang hingga kini masih menjadi problema global juga tak luput menyasar warga Pulau Sumba, NTT, khususnya para penganut Marapu yang merupakan kepercayaan asli setempat. Kendati demikian, penganutnya juga telah memahami Covid-19 dengan cukup baik bahkan tentang protokol kesehatan (Prokes) yang dianjurkan. Demikian kesimpulan hasil penelitian Badan Riset Nasional (BRIN) dan Badan Pusat Statistik dalam kegiatan diseminasi hasil penelitian tentang Masyarakat Marapu di tengah Pandemi Covid-19 Dari Perspektif Sosial Demografi dan Respons Menghadapi Dampak Pandemi.
Al Huda Yusuf, salah satu anggota tim peneliti memaparkan, selain masyarakat penganut Marapu telah memahami tentang pandemi Covid-19, juga Kelompok umur, jenis kelamin dan kepadatan penduduk dari sisi model permukiman menjadi faktor yang memengaruhi kerentanan masyarakat penghayat kepercayaan Marapu. Tak hanya itu, Al Huda dalam kegiatan yang dihelat di aula Kambaniru Hotel Beach and Resort, Kecamatan Kambera, Selasa (23/11) siang lalu, juga menyoroti sektor pariwisata terdampak sangat besar akibat dari pembatasan mobilitas penduduk.
Ada tiga respon dan strategi terkait kondisi ini sebagaimana dipaparkan Al Huda yang didampingi Inayah Hidayati, sesama rekan penelitinya. Ketiganya yakni pada level pemerintah daerah, komunitas/masyarakat adat dan pada tingkat individu atau rumah tangga.
Menariknya, khusus pada level masyarakat penganut Marapu, urai Al Huda, tim peneliti yang juga beranggotakan Deshinta Vibriyanti, Gusti Ayu Ketut Surtiari, I Gusti Ngurah Rama dan Sari Sefitiani juga menemukan adanya masyarakat yang percaya bahwa munculnya pandemi Covid-19 adalah akibat sudah banyaknya penganut Marapu yang meninggalkan keyakinannya,juga adanya pelanggaran tata susila. Sayangnya, para peneltitian tidak dan belum melihat ada gelaran upacara adat yang dilakukan untuk menolak bala.
Acara yang dihadiri oleh Adi H. Manafe, selaku pelaksana tugas Kepala BPS Provinsi NTT dan Trina Fizzanty, Koordinator Perencanaan dan Program, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menghadirkan sejumlah stake holder terkait diantaranya Kepala BPS se Sumba dan juga Perwakilan penganut Marapu.
Dalam sambutannya, Adi Manafe menegaskan pentingya data dan statistik, terutama dalam kondisi Pandemi Covid-19 seperti saat ini. Apalagi jika data itu menukik lebih dalam khusus bagi para penganut kepercayaan Marapu.
Trina Fizzanty dalam sambutannya sebelum presentasi dilakukan mengatakan, masih sedikitnya data dan penelitian yang mengungkapkan dampak pandemi Covid-19 dalam kaitannya dengan sosial demografi.
“Tidaklah cukup hanya dengan pendekatan kesehatan. Contoh realnya dalam keseharian kita melihat untuk menggerakan masyarakat mentaati prokes saja rumit. Harus disadari bahwa masyarakat adat sebenarnya punya kemampuan dan pengetahuan secara turun temurun bagaimana menghadapi situasi pandemi seperti yang terjadi kini,” ungkap Trina sembari menambahkan jika diteliti lebih dalam tentunya bisa dimanfaatkan bagi cakupan masyarakat yang lebih luas. (ion)