Waingapu.Com – Aksi pemboman ikan di kawasan Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Sumba Timur (Sumtim) – NTT masih terus terjadi. Masyarakat terutama nelayan lokal juga pecinta olahraga mancing hanya bisa resah, geram melihat realita aksi ‘barbar’ itu. Tak hanya ikan besar, benih ikan hingga biota laut lainnya harus menjadi korban, berlum lagi terumbu karang menjadi rusak dalam sekejab. Yang memiriskan, aksi itu terjadi didepan mata nelayan dan juga pemancing lokal.
“Saya hanya bisa mengumpat dan geram saja dari jauh. Saya dan kawan-kawan lagi memancing di Tanjung sasar, mereka bom ikan di depan mata kita. Ini kejahatan lingkungan, dan saya secara moral merasa miris, tapi tak bisa berbuat apa-apa saat itu, ” ungkap Argha, seorang warga Kota Waingapu, kepada media ini beberapa waktu lalu.
Aksi pemboman itu sempat terekam dalam bentuk foto dan video oleh Argha. “Saya hanya bisa foto dan video biar bisa menjadi bukti, apa aksi pemboman itu bukan isapan jempol. Semoga kedepannya bisa dikendalikan bahkan ditindak oleh instansi terkait,” timpalnya sembari menyatakan video itu akan disebarkan ke media sosial untuk bisa diketahui publik juga cepat disikapi aparat terkait.
Pasca dibagikan ke media sosial, Video Argha tak hanya meraih dukungan namun juga pesimisme warganet. Selain berharap agar secepatnya disikapi oleh institusi terkait seperti POSAL dan Pol Air, pesimisme dan keparahan warganet juga mengemuka, karena merasa informasi atau laporan seperti itu tidak direspon, dan bukan lagi menjadi hal baru.
Markus K. Windi, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumtim, kepada wartawan via gawainya beberapa hari lalu mengaku pihaknya telah cukup berupaya melakukan koordinasi bahkan penindakan. Namun demikian kata dia, panjangnya garis pantai di Sumtim menjadi kesulitan tersendiri untuk memastikan tidak terjadinya pemboman ikan atau aktifitas lainnya yang terkategori ilegal fishing.
“Beberapa tahun lalu kita berhasil menangkap sejumlah nelayan dan diproses sampai pengadilan. Tetapi keterbatasan peralatan jadi kendala pengawasan rutin kita,” tandas Markus.
Garis pantai di Sumtim, kata Markus lebih lanjut mencapai 466,3 Kilometer dan kini kewenangan pengawasan illegal fishing tidak lagi dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten melainkan Pemerintah pusat melalui satuan pengawas sumber daya kelautan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi NTT. Selain itu juga Polisi Air serta Kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).
“Semua kantor cabangnya ada di Waingapu, tetapi keterbatasan sumber daya seperti kapal pengawas yang menjadi kendalanya. Kita juga tetap lakukan koordinasi dan bekerja sama lakukan pengawasan tapi kewenangan pada kami tidak ada lagi,” urai Markus. (ion)