Waingapu.Com – Setelah sebelumnya telah menetapkan 4 orang tersangka (TSK) terkait kasus pencurian dosing pump (pompa air jumbo) milik PT Muria Sumba Manis (MSM), dan terus melakukan pengembangan dan pendalaman, penyidik Polres Sumba Timur hadirkan kejutan. Sejak Senin (2/10/2023) lalu, penyidik telah menetapkan 1 TSK baru yakni TUP alias UT.
Publik lebih dari sebulan silam sempat dikejutkan dengan kasus pencurian dosing pump milik perusahaan perkebunan dan pabrik gula itu. Pasalnya setelah ditelusur penyidik ternyata 3 dari 4 barang bukti dosing pump itu justru ditemukan di rumah UTR yang merupakan tokoh masyarakat bahkan masih menjabat Kepala Desa Watupuda.
Kejutan kekinian dengan penetapan TUP alias UT yang merupakan kakak dari UTR. Tak hanya itu, UT juga dikenal sebagai sosok politisi muda potensial dari Umalulu dan hingga kini masih menduduki kursi anggota legislatif pada DPRD Sumba Timur itu. Kepastian penetapan UT sebagai TSK diungkapkan Kapolres Sumba Timur AKBP Fajar WLS melalui Kasat Reskrim AKP Jumpatua Siamnjorang, Rabu (11/10/2023) siang lalu.
“Sudah ada tersangka baru, yakni UT yang mana kami penyidik sangkakan pasal 363 ayat 2 KUHP Juncto pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP tentang penganjuran atas tindak pidana pencurian,” tandas Jumpatua pada wartawan di Mapolres Sumba Timur.
Tidak hanya itu, Jumpatua juga mengaku telah lakukan 2 kali pemanggilan pada UT untuk diambil keterangannya namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan. Karena itu sebut dia upaya pemanggilan paksa bisa dilakukan penyidik.
Khusus terkait penetapan UT sebagai TSK ternyata masih jadi polemik karena masih akan diuji dalam sidang praperadilan. Hal mana ditegaskan oleh Adrianus Gabriel, yang mengaku dipercaya sebagi kuasa hukum UT.
“Saya yang jadi kuasa hukum UT, terkait penetapan yang bersangkutann sebagai TSK juga akan kami uji dalam praperadilan Jumat (13/10/2023) nanti,” tandas Adrianus, pengacara muda yang akrab disapa Abari itu kala bersua wartawan di sela – sela restorative justice 5 perkara di Kejaksaan Negeri Sumba Timur, Rabu (11/10/2023) siang kemarin.
Tidak sampai di situ, Abari yang menghubungi wartawan dan menguraikan bahwa yang menjadi obyek dalam permohonan praperadilan yaitu terkait penetapan kliennya sebagai TSK. Hal itu diutarakannya pada Kamis (12/10/2023) pagi.
Disebutkannya, penyelidikan yang dilakukan tidak sah karena proses pemanggilan dari pemohon praperadilan tidak dilandasi dengan hukum yang diamanatkan dalam pasal 245 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Salah satu alasan permohonan praperadilan adalah karena pemanggilan dan permintaan keterangan pada klien kami tidak sah karena sebagai anggota DPRD jika dipanggil dan diperiksa karena dugaan terlibat melakukan tindak pidana yang tidak ada hubunganya dengan pelaksanaan tugas harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden,” papar Abari. (ion)