Waingapu.Com – Petemuan dalam rangka klarifikasi problem lahan antara Masyarakat Adat (MA) Umalulu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumba Timur (Sumtim), dan PT. Muria Sumba Manis (MSM) akhirnya berujung manis dengan melahirkan kesimpulan dan kesepakatan bagi ketiga pihak. Dalam pertemuan yang digelar di aula Setda Sumtim, Selasa (07/08) siang itu, ketiga pihak masing – masing telah menyampaikan aspirasi, pendapat, juga harapan dalam situasi yang secara umum berlangsung dalam suasan hangat dan saling menghormati.
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Bupati Sumtim, Umbu Lili Pekuwali itu, turut pula dihadiri oleh Ishack Raga Koda, selaku asisten III Setda Sumtim, J. Abraham Koli, selaku Kabag. Pemerintahan dan Otonomi Daerah akhirnya berujung pada kesepakatan antara tiga pihak yang selama ini nampak jelas saling bersebrangan.
Tommy Umbu Pura dan Juga Umbu Manang, dua tokoh masyarakat adat Umalulu, dalam pertemuan itu menyatakan, bahwa benar pada Rabu (01/08) lalu semua marga di Umalulu menolak PT. MSM karena menilai tidak jelasnya mekanisme dalam penyerahan lahan ulayat. “Yang kami maksud adalah bahwa yang menyerahkan lahan tersebut orang yang tidak berhak sesuai dengan informasi yang kami dapatkan dari orang tua kami. Soal mekanisme yang dilakukan oleh pemerintah adalah benar, akan tetapi yang menyerahkan lahan tersebut adalah orang yang tidak tepat,” tandas Umbu Manang.
Sementara itu, Tomy Umbu Pura menegaskan, kehadiran dirinya bersama perwakilan marga dalam rapat itu adalah untuk mencari solusi. “Kehadiran kami disini dalam rangka mencari solusi, karena kami sudah cukup lelah. Yang kami perjuangkan adalah hak kami. Kalau yang lalu itu kambali saya tegaskan bahwa sesuai kop berita acara adalah sosialisasi bukan penyerahan, lalu kembali saya katakana hasil musyawarah Umalulu tanggal satu Agustus 2018 yang lalu adalah bahwa pihak perusahaan tidak boleh melakukan aktifitas,” papar Tomy.
Pernyataan kedua tokoh adat ini mendapatkan tanggapan yang sejuk dari Umbu Lili Pekuwali. Mantan Kabag. Pembangunan itu lebih jauh menegaskan, pernyataan penolakan yang disampaikan oleh masyarakat adat Umalulu adalah karena merasa tidak sesuai dengan mekanisme. Hingga pihaknya mewakili Pemkab. Sumti bisa menjelaskan mekanisme sebenarnya. “Yang perlu kita luruskan adalah konteks bahwa Bapa Raja menyerahkan atas nama Watu Pelit atau seluruh marga Umalulu?Harapan kami pemerintah, bahwa tidak ada penolakan total, untuk itu mari kita luruskan,”urai Umbu Lili serayam menawarkan bagaimana kalau yang menyerahkan seluruh Marga yang ada di Umalulu dan tidak akan dilakukan pemetaan keluasan.
Sebagai pimpinan Rapat, Umbu Lili juga kembali menawarkan dan pada akhirnya disepakati agar pihak Pemkab. Sumtim diberikan kesempatan untuk bertemu dengan Bapak Raja Pau dalam waktu satu minggu ke depan. “Mudah-mudahan apa yang disampaikan oleh Umbu Manang kaitannya dengan pernyataan Bapak Raja tetap konsisten,” imbuh Umbu Lili menyatakan asa.
Dalam rapat klarifikasi ini juga hadir Rambu Amy, Pengurus Wilayah (PW) Aliansi Masyarakat Nusantara (AMAN) Sumba bersama Arfian Umbu Deta, Koordinator Unit Kerja Percepatan Pemetaan Partisipatif (UKP3) Wilayah Adat PW AMAN Sumba. Arfian memaparkan, adanya Permendgari 52 tentang Pedoman Pengakuan Penghormatan dan Perlindungan terhadap Masyarakat Adat, bisa dijadikan rujukan dan tidak harus adanya SK Bupati/Perbup. Terkait pernyataan itu, Umbu Lili menerimanya sebagai masukan bagi Pemkab. Sumtim.
Sementara itu, Rambu Amy menjelaskan, pihaknya bersama masyarakat adat sejak awal berjuang sebenarnya tidak terlalu mengharapkan perusahaan ini ditolak. “Kalau seandainya pemerintah dapat memediasi kami sejak awal dengan para pihak terkait, mungkin ini tidak terjadi. Oleh karena lambatnya penanganan masalah ini, maka puncaknya tanggal satu Agustus 2018 terjadi penolakan dari 33 marga,” urai Rambu Amy.
Sementara itu Manager Legal and Public Affair PT. MSM, Dody Indharto, meski padawa awalnya sempat menyatakan pihaknya belum bisa memastikan sikap Perusahaan sehubungan dengan penghentian sementara pekerjaan di lokasi yang disengketakan selama satu minggu silam, harus pula ditambah dengan penghentian kembali selama satu minggu kedepan. Hal mana menurutnya harus perlu dibicarakan kembali dengan pihak kontraktor. Namun pihaknya tetap sepenuhnya menghargai terkait langkah-langkah pencarian solusi.(ion)