Stunting, Kemiskinan Ekstrim dan Hama Belalang Kembara Jadi Persoalan Krusial di Kabupaten Sumba Timur

oleh
oleh

Waingapu.Com – Stunting dan kemiskinan ekstrim masih jadi persoalan yang krusial di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Hal itu mengemuka dalam kegiatan Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KOIN YANLIK) Propinsi NTT di Hotel Sotis, Kupang, Selasa (5/12/2023) lalu.

Stunting dan kemiskinan ekstrim menjadi persoalan krusial diungkapkan Bupati Sumba Timur, Khristofel A. Praing ketika mempresentasikan sejumlah inovasi yang dilakukan Pemkab. Inovasi sebutnya menjadi hal mutlak untuk dilakukan dalam menyikapi ragam persoalan termasuk kemiskinan ekstrim dan stunting, apalagi jika diperhadapkan pada periode kepemimpinannya yang hanya berdurasi 3 tahun 10 bulan itu. 

“Penduduk miskin juga berkurang dari sebelumnya  29,65 menjadi 28,22 persen. Stunting pada tahun 2020 kurang lebih 21 persen sekarang tinggal 11,8 persen,” papar Khristofel di hadapan tim penilai dari kalangan akademisi serta Kabag Tata Laksana serta tim sekretariat KOIN YANLIK. 

Baca Juga:  Di Sumba, Kabupaten Sumba Timur Terendah Kepesertaan BPJS

“Gizi buruk juga menurun dari 327 di tahun 2020 sekarang tinggal 77 orang anak,” timpalnya. 

Sebagai Kabupaten yang masuk kategori tertinggal, lanjut Khristofel, ragam inovasi telah dilakukan untuk menyikapinya. Dan hasilnya di penghujung tahun 2023 ini kemungkinan besar akan keluar dari kategori Kabupaten tertinggal. 

“Stunting dan kemiskinan ekstrim masih jadi persoalan krusial di Sumba Timur. Oleh karena itu saya mengeluarkan intruksi untuk satu inovasi untuk setiap OPD. Dan masing – masing OPD berupaya menyelesaikan berbagai persoalan krusial diantaranya stunting dan kemiskinan ekstrim,” urainya.

Di kesempatan itu kepada tim penilai, Bupati Khristofel juga menginformasikan bahwa Kabupaten Sumba Timur merupakan Kabupaten paling inovatif di Indonesia untuk kategori daerah tertinggal pada tahun 2021 dan 2022. Raihan itu terkait inovasi Uma Pamonung dan gerakan orang tua asuh. Sementara untuk tahun 2023 ini masuk sebagai nominator dalam hajatan yang sama terkait inovasi dalam pengendalian hama belalang kembara secara srentak dan gotong royong.

Baca Juga:  Seorang Perawat Terkonfirmasi Positif Covid-19, UGD RSUD URM Hentikan Pelayanan

“Belalang juga jadi persoalan krusial, betapa tidak pada tahun 1973 pernah ada namun tidak sehebat saat ini. Tahun 1999 juga ada dan terakhir di tahun 2020 dan puncaknya tahun 2022. Dimana pada tahun 2021 tingkat kerusakan lahan pertanian seluas 146,3 hektar dan tahun 2022 lahan pertnaian yang rusak mencapai 3.337 hektar,”paparnya sembari menambahkan tantangan yang tidak bisa  ditepikan adalah stigma di sebagian masyarakat bahwa belalang itu akan makin menjadi serangannya jika sampai disentuh atau dikendalikan.

“Hasil penelitian dan kajian UGM menyatakan bahwa belalang di Sumba Timur kurang lebih 27.300 ekor/m2 atau totalnya 24.522.520.000 ekor banyaknya,”tandas Khristofel. (ion) 

 

Baca Juga:  Kehabisan Stok Alat Rapid Test Antigen, Dinkes Sumba Timur Dibantu Dandim 1601

Komentar