Sumba Timur Bebas Demam Berdarah (DBD)

oleh
oleh
Reksi Njurumay

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Demam berdarah dengue muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga mengakibatkan kepanikan di masyarakat karena berisiko meyebabkan kematian serta penyebarannya sangat cepat. Angka kejadian demam berdarah terus meningkat dari 21.092 (tahun 2015) menjadi 25.336 orang (tahun 2016) (Dinkesprov Jawa Timur, 2017).

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit berpotensi KLB/wabah disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini menyerang sebagian besar anak usia < 15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. (Dinkesprov NTT 2015)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Timur tahun 2017 bahwa jumlah kasus DBD di Sumba Timur naik setiap tahunnya, mulai dari tahun 2015 – 2017. Pada tahun 2015 terdapat 2 kasus, pada tahun ini belum terdapat banyak kasus tetapi pada tahun 2016 kasus DBD naik sangat signifikan yaitu dengan jumlah kasus 74. Hal ini mungkin disebabkan akibat pemerintah kurang survei kesetiap daerah sehingga menganggap jumlah kasusnya sedikit sehingga tidak penangan serius dari pemerintah sehingga mengakibat kenaikan yang signifikan pada tahun 2016, dan juga pada tahun 2017sebanyak 138 kasus, jumlah kasus semakin meningkat hal ini mungkin disebabkan antara lain oleh cuaca, peningkatan populasi vektor nyamuk penular DBD, serta perilaku masyarakat yang kurang menjaga kebersihan. Pasalnya nyamuk aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Vektor tersebut berkembang biak di tempat yang memiliki genangan air, seperti ban bekas atau tempat penampungan air lainnya. Apabila tidak dikubur atau dikuras seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada saat musim penghujan

Baca Juga:  Impikan Kampung Cendana, Warga Laimbaru Antusias Tanam Cendana

Untuk mencegah perkembang biakan larva, tidak hanya menghindarkan adanya genangan air jernih tetapi juga air terpolusi yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegepty. Nyamuk ini tidak hanya tersebar didaerah perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan yang umumnya telah beradaptasi dengan suasana perkotaan dalam hal menyediadakan tempat penampungan air baik di dalam maupun di luar rumah. Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini pada pengendalian penyakit DBD, maka perlu peningkatan dan pembenahan sistem di tingkat puskesmas, kabupaten atau kota, provinsi dan pusat. Selain itu faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang paling diharapkan dalam pengendalian DBD. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pengendalian tempat perindukan nyamuk, dan fogging/menaburkan Abate yang dilakukan baik secara terpadu atau kombinasi. Dan juga dibutuhkan kerjasama dan kemitraan dengan lintas sektor terkait perlu menggunakan metode yang mempunyai daya ungkit. Menurut Notoatmodjo S bahwa kerjasama antar sektor sangat penting karena masalah kesehatan masyarakat itu dihasilkan oleh berbagai sektor pembangunan seperti industri, transportasi, dan sebagainya, sehingga tumbuh kesadaran bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama semua pihak..

Baca Juga:  Bayar Pajak Tepat Waktu dan Sejumlah Prestasi Lainnya, Ini Dia Para Penerima Piagam Bupati Sumba Timur

Pencegahan DBD lebih ditekankan pada kebersihan lingkungan. Kebersihan lingkungan yang menjadi perhatian tidak cukup hanya kebersihan lingkungan rumah saja, melainkan kebersihan lingkungan umum atau fasilitas umum lainnya wajib menjadi perhatian. Untuk itu perlu ada antisipasi pengendalian DBD dilakukan, terutama dalam menjelang waktu pergantian musim untuk lebih mendorong peran serta aktif masyarakat secara sukarela melaksanakan kegiatan pembersihan sarang nyamuk plus. Total coverage pelaksanaan PSN plus perlu diperhatikan oleh pemerintah atau instansi terkait.[*]

Penulis: Reksi Njurumay, Fakultas Bioteknologi, Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Komentar