Waingapu.Com – Tidaklah berlebihan jika Pandemi Covid – 19 membawa dampak ke segala lini kehidupan sosial kemasyarakatan di ragam negara. Bahkan hal itu juga terasa di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim) – NTT. Seruan untuk social hingga physical distancing sempat membuat aktifitas perekonomian masyarakat seakan berada dalam kondisi hidup enggan mati tak mau. Seiring dengan kebijakan new normal, perlahan warga mulai bergairah untuk jalani aktifitas perkenomian mereka, walau memang tidak semuanya berjalan seusai arahan pemerintah agar selalu mengedepankan protokol kesehatan.
Adalah sekelompok warga di Tanambi, Desa Mbatakapidu, Kecamatan Kota Waingapu yang kini semangatnya sedang berada pada puncaknya, seiring motivasi yang diberikan oleh Junus Imanuel Hauteas dan Heinrich Dengi, untuk mengembangkan dan mengelola lahan menjadi sumber penghasilan dari aneka sayuran organik. Lahan di bantaran sungai atau DAS, seluar hampir satu hektar, yang sebelumnya terbengkalai, dirubah dnegan seratusan bedeng berisikan aneka sayuran dengan ragam usia tanam. Kondisi yang kemudian menyegarkan mata juga menenteramkan hati karena situasi yang terjadi namak hijau segar, kontra dengan hamparan sabana yang perlahan mulai menguning kecoklatan seiring kemarau yang mulai bergulir.
“Ini mereka warga sekitar sini, hanya dua rumah tangga saja. Tapi mereka sampai sekarang tetap semangat untuk kerja kebun dan sayur organik ini. Tentu tetap saya dan Om Heinrich serta kawan-kawan bimbing. Syukur, hari ini mereka bisa panen perdana,” ungkap Junus Imanuel yang akrap disapa Jumal, di sela-sela kesibukannya mencabut sayuran pat coy green dari bedeng, Sabtu (27/06) sore lalu.
Tak sampai disini, Jumal juga menjelaskan, dia bersama Heinrich yang sehari-harinya bergelut dengan kesibukan sebagai jurnalis, justru mendapat tempat untuk berkreasi dan berbagi sukacita juga pengetahuan dengan warga di kebun itu. Selain itu, keduanya juga mengajak rekan-rekan wartawan lainnya untuk mengunjungi lokasi untuk memanen sayur dan bahkan mengelola lahan.”Ini ada bedeng yang nantinya mau ditanami bawang merah oleh kami para wartawan. Bersebelahan dengan bedeng petani di sini,” imbuh Jumal.
Saat panen yang ditunggu itu tiba, tentu disambut dengan sukacita warga yang miliki lahan ini. Apalagi hasil panen mereka di hari pertama itu sudah diincar oleh pengusaha atau pebisnis dari kota Waingapu bahkan dari Singapura. Satu yang juga perlu diacungi jempol adalah, para petani dan juga pengunjung yang kemudian membeli tetap mematuhi protokol kesehatan minimal dengan mengenakan masker. “Kami tetap bisa bertani sekalipun menggunakan masker, aman saja, yaang penting ada semangat dan mau bekerja keras,” timpal Jumal sembari menambahkan bahwa sukacita dikebun yang saat itu dirasakan semuanya diawali oleh inisiatif Heinrich Dengi.
“Bung Heinrich Dengi yang awalnya mengajak saya dan kawan-kawan wartawan lainnya untuk sama-sama bertanam sayur organik dan memotifasi warga di sini. Jadi kebun ini kolaborasi antara warga disini, Yayasan Komunitas Radio Max Waingapu dan jurnalis,” tambah Jumal.
Heinrich Dengi, yang juga seorang jurnalis itu kepada media ini menuturkan, budidaya sayuran organic di tempat ini, menggunakan peralatan non BBM untuk mengangkat air dari sungai ke kebun yang berada di atas atau berposisi lebih tinggi. “Kami gunakan pompa Barsha, yakni sebuah teknologi tepat guna, tidak mengunakan BBM fosil dan hanya menggunakan kekuatan udara dan air itu sendiri. Kebun ini diusahakan dan dipanen dalam kebersamaan,” urainya sembari menambahkan, sayuran seperti pak coy green dan white, kol dan bawang serta pitcay dan selada menjadi primadona untuk dikembangkan di lahan seluas hampir satu hektar itu.
“Kalau dulu kami memang tanam sayur juga di sini. Tapi hanya satu dua bedeng kecil dan kami makan sendiri. Sekarang dengan pompa Barsha kami bisa tanam sayuran lebih dari seratus bedeng. Tadi juga ada orang dari kota dan luar negeri yang datang beli, padahal ini baru panen perdana kami,” ungkap Kareri Hara, seorang ibu yang lebih dari sebulan terakhir habiskan waktunya dikebun itu.
Ungkapan suka cita dan kepuasan juga dituturkan pembeli yang kala itu datang memborong hasil panen di hari pertama itu. Sherly Amaya bersama rekan – rekan pengusaha dari kota Waingapu, nampak antusias. Mereka tidak ahnya sekedar membeli dan duduk menunggu disisi kebun namun juga ikut memanennya dnegan mencabut sayuran dari bedeng. Dan sudah pasti tetap berfoto ria di kebun.
“Kami beri apresiasi yang tinggi kepada warga di sini yang tetap semangat di tengah pandemi untuk terus bertani. Apalagi sayuran yang ditanam airnya diangkat dengan alat tanpa BBM fosil. Selain itu sayuran di sini segar – segar karena pakai pupuk organik tanpa setetespun pupuk kimia,” ungkapnya.
Ketika ditanya wartawan, perihal membeli sayruan dalam jumlah cukup banyak, Sherly dengan lugas menjelaskan bahwa selain untuk dikonsumsi sendiri juga merupakan pesanan dari Sherly Budiman Lie, seorang pengusaha dan donatur asal Singapura.
“Ibu Sherli Budiman ini yang menginginkan sayuran organik segar dan sehat itu dibeli dan selanjutnya dibagikan ke sejumlah panti asuhan. Harapannya, agar para penghuni panti bisa pula mengkonsumsi sayuran organik segar dan sehat. Ke depan kami juga masih akan kembali membeli sayuran-sayuran organic di sini, pungkas Sherly. (ped-ion)