Waingapu.Com-Kasus dugaan korupsi dana hibah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati Sumba Timur Tahun Anggaran 2024 terus bergerak maju. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumba Timur mencatat telah memeriksa 30 saksi dan dua ahli untuk memperjelas arah penyidikan terhadap tiga pejabat KPU yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur, Akwan Anas, menyampaikan bahwa jumlah saksi yang telah diperiksa menunjukkan luasnya jangkauan perkara ini. “Kami sudah mendalami keterangan dari 30 saksi dan dua ahli keuangan negara,” kata Akwan dalam konferensi pers di Kantor Kejari Sumba Timur, Selasa (4/11/2025).
Kasus ini bermula dari temuan dugaan penyimpangan penggunaan dana hibah Pilkada yang disalurkan kepada KPU Kabupaten Sumba Timur. Setelah proses penyelidikan mendalam, Kejari akhirnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka, masing-masing berinisial SBD, SL, dan SR, yang menjabat sebagai Sekretaris, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Bendahara KPU setempat.
Dari hasil penyidikan, ‘Trio S’ demikian kata Kajari dalam konferensi pers itu, diduga bersama-sama melakukan rekayasa laporan pertanggungjawaban dan mark-up anggaran belanja hibah kegiatan Pilkada. Modus yang dilakukan berupa pemborosan penggunaan anggaran dan pelaporan fiktif terhadap sejumlah kegiatan.
Untuk diketahui, saksi yang telah diperiksa berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pegawai internal KPU, pihak penyedia jasa, hingga pejabat pemerintah daerah yang terlibat dalam penyaluran dana hibah.
Penyidikan juga melibatkan dua ahli, yaitu ahli keuangan negara dan ahli perhitungan kerugian negara. Berdasarkan hasil perhitungan resmi, ditemukan kerugian negara mencapai Rp3.792.623.742 atau hampir Rp3,8 miliar. Angka itu mencerminkan potensi besar penyalahgunaan dana publik di tubuh penyelenggara Pemilu daerah.
Kasi Pidsus Kejari Sumba Timur, Helmy Febrianto Rasyid yang mendampingi Kejari saat itu , menegaskan pemeriksaan saksi bisa terus dilakukan bila ada temuan baru.
Adapun ketiga tersangka kini ditahan untuk masa 20 hari pertama, berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 4 November 2025. Penahanan itu dilakukan untuk menghindari risiko hilangnya barang bukti serta memastikan penyidikan berjalan objektif dan profesional.
Kejari Sumba Timur menegaskan, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukumannya bisa mencapai dua dekade penjara.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia penyelenggaraan Pemilu di tingkat daerah. Di tengah upaya pemerintah menegakkan tata kelola keuangan yang transparan, praktik korupsi di lembaga penyelenggara demokrasi justru menodai kepercayaan publik. (ion/ped)







