Waingapu.Com-Di selatan Sumba Timur, tanah bernama Malai Kababa kini menjadi pusat perhatian. Di sanalah masyarakat adat Kabihu Kalawua, Kecamatan Karera, disebutkan menjalankan adat dan keyakinan warisan leluhur. Namun, tanah itu kini dikabarkan telah bersertifikat atas nama orang lain.
Konflik ini mencuat ke permukaan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sumba Timur, Selasa (28/10/2025) siang lalu. GMKI dan AMAN hadir mendampingi warga adat, menuntut pengembalian hak yang diyakini sah secara adat.
“Kami datang bukan untuk sekedar debat, tapi untuk menegakkan kebenaran dan perjuangkan keadilan,” kata Umbu Kudu Jangga Kadu, Ketua GMKI Sumba Timur.
Menurutnya, hilangnya tanah adat berarti hilangnya sumber kehidupan dan jati diri masyarakat Kalawua. “Tanah itu bukan sekadar tempat berpijak. Di sanalah nenek moyang mereka dimakamkan, di sanalah doa dan tradisi diwariskan dan hingga kini terus diamalkan dalam ritual adat rutin,” paparnya lagi.
Ketua AMAN Sumba Timur, Umbu Pajaru Lombu, mengingatkan bahwa tanah adat menyimpan nilai spiritual yang tak ternilai.
“Kami akan mengawal sampai tuntas. Ini bukan soal investasi, tapi soal martabat dan sejarah,” tegasnya.
Sebelum RDP digelar, isu Kalawua telah bergema di forum PNLH XIV September 2025. Sejumlah mahasiswa GMKI mengangkat sejumlah poster saat itu. Dimana diantarnaya bertuliskan “Lawan Mafia Tanah” sebagai bentuk solidaritas. Bagi mereka, perlawanan bukan hanya melawan sistem, tetapi menjaga kehidupan.
Dalam pernyataan mereka, warga Kalawua menolak tudingan bahwa konflik ini hanya soal ekonomi. “Kami ingin hidup damai di tanah leluhur kami sendiri,” ucap seorang warga.
DPRD berjanji akan turun ke lapangan meninjau kondisi di Malai Kababa. Namun masyarakat masih menunggu langkah nyata. Hal itu kembali ditegaskan oleh Umbu Kahumbu Nggiku, Wakil Ketua DPRD pada wartawan selepas RDP. “Kami akan upayakan dalam waktu kurang dari seminggu ini turun cek ke lapangan,” tandas Umbu Kahumbu.
“Kami lelah dijanjikan. Kami butuh bukti bahwa negara hadir,” kata Umbu Kudu menanggapi niatan DPRD
Ritual adat yang biasanya digelar setiap tahun diyakini ke depannya tak mungkin lagi berlangsung ataupun kalau tetap berjalan tentunya diliputi rasa waswas. Banyak pihak menaruh harap persoalan ini bisa berujung damai atas nama kekeluargaan dan kekerabatan Sumba yang tak bisa dicampakkan begitu saja.(ion/ped)







