Tambolaka, Waingapu.Com-Tidak sekadar hadir dalam Simposium Budaya Sumba, namun perwakilan Sumba Timur mengusung sedikitnya tiga agenda konkret: pemetaan wilayah adat dan Kabihu (marga), lokakarya lintas generasi dan elemen, juga sosialisasi terkait pemurnian adat dan budaya ke akar rumput.
“Ini bukan forum basa-basi. Kita datang dengan rencana yang hemat kami bisa dieksekusi jika ragam elemen bersinergi,” tegas Umbu Remi Deta, Sekretaris Marapu Sumba Timur, Kamis (25/9/2025).
Untuk rekomendasi pemetaan wilayah adat juga pendataan kabihu diusulkan untuk bisa dilalukanpaling lambat pada akhir 2025. Usulan kedua, lokakarya yang menghadirkan tokoh lintas generasi dan elemen juga sosialisasi ke masyarakat diharapkan bisa dilakukan pada pertengahan 2026.
Stev Hambabanju menyebut tiga tahap itu sebagai fondasi peradaban yang diharapkan bisa terus dilestarikan dalam bingkai kemurnian. “Kalau kita gagal di tahap ini, generasi berikut akan kehilangan arah. Kit ini yang tentu menjadi bagian dari yang menyebabkan hal negatif itu terjadi,” ujarnya.
Keterlibatan lintas dinas, tokoh agama, tokoh adat, hingga jurnalis memperkuat legitimasi agenda. Meriyati menegaskan, peran perempuan tidak boleh dikesampingkan. “Perempuan ada di jantung budaya. Kalau tidak ada suara perempuan, tradisi kita pincang,” kata Meriyati diamini Yanty David.
Penyelenggara simposium dari YPK Donders, WVI, Yayasan Harapan Sumba, Sumba Foundation, dan Stimulant Institute menyambut positif usulan itu dan harapkan jika terealisasi, Sumba Timur bisa menjadi model bagi kabupaten lain.
Usulan juga hadir dari perwakilan jurnalius. “Budaya harus dipublikasikan dengan cara yang bermartabat, bukan sekadar habis di tontonan,” ujar Laus Markus Goti dari Metro TV.
Dengan tiga rekomendasi itu, Sumba Timur menunjukkan wajah baru: serius membangun budaya, serius menjaga tradisi, dan serius memikirkan masa depan. “Budaya bukan cerita lama. Budaya adalah jalan hidup leluhur, kita dan juga generasi mendatang,” pungkas Herman Hilungara(ion)