Mbatakapidu dan Ndapayami, Dua Desa di Sumba Timur ini Menjawab Ancaman Kekerasan Anak Dengan Perkades

oleh
Antisipasi ancaman kekerasan dan perlakuan salah pada anak, dua desa di Sumba Timur terbitkan Perkades. Kades Ndapanyami, Lodu Pirandawa tegaskan Perkades sebagai landasan hukum yang nyata-Foto Kolase: istimewa/Waingapu.Com

Waingapu.Com-Sumba Timur menorehkan sejarah baru dalam perlindungan anak. Dua desa, Mbatakapidu di Kecamatan Kota Waingapu dan Ndapayami di Kecamatan Katanatang, resmi mengesahkan Peraturan Kepala Desa (Perkades) tentang Pencegahan Kekerasan dan Perlakuan Salah terhadap Anak. Langkah hukum ini dianggap sebagai tameng baru untuk melindungi generasi muda dari ancaman kekerasan yang masih marak di akar rumput.

Kepala Desa Mbatakapidu, Yohanis Maramba Hamu, menyebut proses penyusunan aturan tersebut melibatkan semua lapisan masyarakat. “Peraturan ini mengatur mekanisme pencegahan, penanganan, dan pendampingan kasus kekerasan anak. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci sejak tahap penyusunan hingga penetapan,” ujarnya.

Di Ndapayami, Kepala Desa Lodu Pirandawa menekankan pentingnya kehadiran Perkades sebagai landasan hukum yang nyata. “Dengan adanya peraturan ini, pemerintah desa dan masyarakat memiliki acuan yang jelas dalam mencegah dan mendampingi jika terjadi kasus kekerasan terhadap anak,” katanya.

Bagi warga, aturan ini menghadirkan rasa aman baru. Dorce Kahotu Tamar, kader perlindungan anak di Mbatakapidu, mengaku lega. “Sekarang kami punya dasar hukum yang jelas untuk melaporkan kekerasan. Kami bisa lebih aktif mengedukasi masyarakat,” tuturnya.

Namun, ancaman tetap nyata. Direktur Eksekutif Sumba Integrated Development (SID), Anto Kila, menyebut angka kekerasan terhadap anak di Sumba Timur masih tinggi. “Kita harus akui, kasus kekerasan masih marak, terutama seksual. Mirisnya, pelaku sering berasal dari lingkungan terdekat seperti keluarga atau pendidik,” tegasnya.

SID bersama ChildFund International di Indonesia memberikan dukungan penuh sejak tahap awal. Keduanya mendorong agar Perkades ini tidak hanya berhenti sebagai dokumen hukum, tetapi juga hidup dalam keseharian masyarakat.

Lodu Pirandawa memastikan tahapan selanjutnya adalah sosialisasi hingga ke tingkat dusun. “Kita ingin aturan ini dipahami semua warga, termasuk anak-anak,” ujarnya.

Bagi Sumba Timur, terbitnya Perkades ini dianggap sebagai contoh nyata bahwa perlindungan anak harus dimulai dari desa. Harapannya, desa lain di NTT dapat meniru langkah serupa agar tercipta lingkungan yang lebih aman dan ramah bagi anak-anak.(ion)

Komentar