Waingapu.Com – Merasa dikorbankan dan diperlakukan tidak adil, Ipda. Yoseph Uly Djami, kritik pedas Korps Polri yang sekian lama dijadikan tempatnya mengabdi dan menaruh harapan dan sandaran hidup diri dan keluarganya.
Kritikannya terhadap Polri itu sebagai puncak kekecewaannya terkait ragam peristiwa yang dinilainya tak bisa lepas dari statusnya sebagai anggota Korps Tribrata yang telah beberapa dekade menyatu dalam kesehariannya itu.
Kepada wartawan yang diundang ke kediamannya di Rame Due, Kelurahan Kambaniru, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, Yoseph mengaku langkah menyurati Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah dilakukannya. Namun karena belum memperoleh kejelasan terkait status dan pengaduan yang ia utarakan, Yoseph mengambil langkah curhat ke Media Massa.
“Saya kecewa dan tidak bisa terima diperlakukan tidak semestinya oleh Institusi yang selama ini saya junjung tinggi dan selalu saya hormati dengan sepenuh jiwa dan hati. Masa saya dimutasikan tanpa pemberitahuan resmi, saya jabat jadi Kapolsek Paberiwai pakai surat resmi, dilantik dan diupacarakan serah terima jabatan, kok tiba-tiba jabatan itu diisi orang lain tanpa pemberitahuan atau surat resmi ke saya, ada apa ini, mekanisme dan cara kerja serta sistem administrasi di Polri khususnya di Polda NTT dan Polres Sumba Timur apakah sudah sebobrok dan sengawur ini?” paparnya tegas.
“Katanya saya dimutasikan ke Polda NTT, mana suratnya? Saya tidak pernah terima, kalau sudah begini, saya kerjanya kemana? Mau ke Polres Sumba Timur atau Ke Polsek Pandawai, di sana sudah ada yang isi jabatan saya. Saya mau Ke Polda, surat resminya saya tidak pernah terima. Jadi saya macam ditelantarkan dan diperlakukan semena-mena tanpa kejelasan,” imbuhnya.
Pernah dirinya mendapat surat resmi, demikian lanjut Yoseph yang kala itu didampingi Eduard Mira Kore, seorang kerabatnya itu. Namun surat dengan perihal memintanya untuk mengikuti sidang kode etik karena dinilai disersi.
“Saya pernah dapat surat, tapi terkait disersi, saya diminta hadir ke sidang kode etik di Polda, saya jadi tambah heran. Kalau disersi, minimal selama 30 hari berturut-turut saya sudah dipanggil untuk dimintai keterangannya, ini sudah mau tiga tahun baru dipanggil, langsung ikut sidang, jadi yang sebelum-sebelumnya mata dan sistem kerja mereka di mana dan bagaimana?” timpalnya.
Aneka kejanggalan dan perlakuan yang dinilainya janggal, tidak adil dan mengangkangi sistem yang telah dirunutnya menjadi sebuah kronologis yang ia lampirkan pada suratnya ke Kompolnas.
Sementara itu, Kapolres Sumtim, AKBP. Supiyanto, yang ditemui terpisah usai mengikuti kegiatan di KPUD setempat membantah Petinggi ataupun mekanisme yang dilakukan Polri tidak tetap atau bahkan lalai dalam mengambil keputusan atau kebijakan.
“Polri bukanlah isntitusi kemarin sore, institusi yang sudah cukup tua. Jadi semuanya pasti telah sesuai mekanisme yang dilakukan dengan tepat dan terukur,” tandasnya.
Supiyanto juga menekankan, jika seorang anggota Polri benar-benar mencintai Korps dan konsekwensi dari tugas yang diembannya, mestinya harus mengedepankan kewajibannya terlebih dahulu baru menuntut haknya.
“Kalau tidak puas ya bisa ditempuh jalur-jalur yang ada dan resmi dikepolisian, bukan lantas tidak masuk kerja dan mengabdi sekian lama. Kedepankan Kewajiban baru nuntut hak, itu sikap bijak dan sejati seorang anggota Polri,” pungkasnya.
Adapun hingga kini, Ipda. Yoseph Uly Djami lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah bersama keluarga. Kendati demikian diakhir curhatnya ke awak media, ia menegaskan, kritikan dan bentuk perlawan yang dilakukannya itu bukanlah karena membenci Polri namun justru karena sangat mencintai Institusi.
Kritikan pedas yang diungkapnya adalah sebagai upaya untuk memberikan peringatan, agar polri membenahi sistem dan kinerja internalnya terlebih dahulu. Yang dinilainya hingga kini masih dijejali kebobrokan. Jika tidak, menjadi institusi yang profesional dan berwibawa di mata masyarakat hanya ‘pepesan kosong’ belaka.(ion)