Waingapu.Com – Tak ada aral yang tidak bisa dilalui jika tekad sudah dibulatkan. Spirit pengabdian menjadi stimulan untuk menyalakan nyali dan memacu adrenalin bagi sejumlah guru atau tenaga pendidik di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ndata. Yaa bagai para penggila adventure dan off road, tenaga pendidik di lembaga ini harus lalui medan berat setiap pergi dan pulang untuk mengemban misi Tut Wuri Handayani, mendidik dan mempersiapkan anak bangsa untuk jamina masa depan Indonesia, NTT dan Sumba Timur tetap cerah dan menjanjikan.
Jalanan menuju ke SD yang terletak di lembah desa persiapan Palindi Tanabara, Kecamatan Kanatang, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim) NTT, ini ‘berbhineka’. Layak dilabeli itu karena memadukan rute hotmix, aspal, pengerasan sirtu, gelombang jalan bagai rute grasstrack, aspal atau lapen yang terkelupas dengan kerikil pecah yang tetap akan menggelindingkan roda motor yang telah ditahan rem berteknologi terbaru, tanjakan dan turunan tajam adalah rute wajib. Enam hari dalam seminggu, para pendidik di sekolah itu berjibaku lalui rute yang mestinya ideal untuk motor type ‘supermoto’ atau trail.
“Kami jujur saja keluhkan jalan baik saat datang ke sini maupun pulang, lebih kalau pas menukik turun, susah kami yang ibu-ibu ini Pak,” ungkap Elisabeth Pahalang, Kepala Sekolah (Kasek) SDN Ndata, kala ditemui Kamis (08/08) siang lalu di ruang kerjanya. Tidak ada guru di sekolah ini, kata dia yang tidak pernah merasakan jatuh dari motor saat pergi atau ppulang dari sekolah itu. “Hampir semua kami ini pernah jatuh dari motor, bukan satu kali tapi lebih malah. Apalagi kami disini banyak ibu-ibu guru dan rata-rata pakai motor matic,” imbuh Elisabeth nya lirih walau diberengi senyum kecil, ekspresi selaran juga tersaji dari rekan-rekan guru yang mendampjinginya kala itu.
Lebih jauh Elizabet menjelaskan, jika untuk fasilitas gedung sekolah sudah cukup memadai. Hanya saja kata dia, ketersediaan air bersih untuk kebutuhan keluarga besar guru dan siswa di sekolha ini yang masih terus menjadi persoalan. “Kalau beli air di mobil tangki kami harus keluarkan dana 300 ribu rupiah itupun hanya bertahan tidak sampai dua minggu. Karena kami tidak pakai sendiri itu air kalu beli, kami juga tetap ikhlas berbagi untuk warga sekitar. Karena daerah ini kalau sudah kemarau seperti sekarang ini, sudah sekali air dapat. Jauh mata atau sumber airnya,” urainya.
“Saya sudah delapan tahun disini, tepatnya dari 2011 lalu, ini jalan bukan tambah bagus tapi makin parah saja. Kalau menurun ini ban belakang motor sudah tabuang sana tabuang sini, Tuhan saja yang tahu,” kisah lanjut Elisabeth.
“Saya masih trauma naik motor ke sini. Jadi saya simpan jauh di atas sana baru jalan kaki. Itupun jalan kai susah, banyak batu terlepas dan bisa jatuh terseret. Kalau pas ada kawan guru yang lewat dengan motor dan yakin untuk lolos baru saya numpang,” imbuh seorang ibu guru saat itu menimpali.
Kala ditanya terkait dengan kondisi dan tantangan yang berat itu, apakah berdampak dari tingkat kehadiran guru di sekolah itu untuk menjalankan aktifitas Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM), sontak dijawab Kepsek dan para guru yang mendampinginya dengan kata tidak dan gelengan kepala. “Biar kondisi begini pak kami selalu tetap datang, kecuali sakit atau ada halangan yang sangat mendesak. Kenapa ini bisa terjadi karena kami sadar, anak-anak disini juga lalui medan berat, tempuh rute yang jauh bahkan tujuh kilometer ke sekolah ini. Kalau tekad mereka itu ditmabha dengan kita guru datang setengah hati, kasihan anak-anak ini dan masa depan mereka,” tegas Elizabeth.
Jendry dan Simon dua orang murid SDN Ndata yang coba didekati media ini dan juga dikonfrontir membenarkan para guru guru mereka hampir tidak absen untuk memberi mereka ilmu. “Tidak pernah tidak ada guru yang tidak datang. Kalau ibu guru tidak datang, tetap ada guru lain yang ganti ajar kami,” ungkap senada keduanya.
Sekolah ini kini miliki 97 orang murid. Sementara tenaga pendidik di sekolah ini sebanyak 16 orang. Para pendidik ini terinci dari berstatus guru ASN sebanyak empat orang, empat PTT dan guru Yayasan Tangan Pengharapan dua orang. Tak hanya itu, juga ada tenga guru magang lima orang, dan seorang guru honor sekolah. (ion)