Waingapu.Com – “Perlu diacungi jempol, dari sekian banyak sekolah di Sumba Timur atau mungkin di Pulau Sumba mereka yang menunjukan sikap kritisnya secara terbuka
di jalanan. Ini juga bukti bahwa guru di sekolah itu sangat terbuka dan memberi ruang bagi anak didiknya untuk miliki sikap kritis baik pada program pemerintah maupun dampak dari program pemerintah,” jelas Syahputera, menanggapi aksi kreatif siswa-siswi Satap Pada Dita ketika ambil bagian dalam aksi karnaval hari pertama, menyongsong dan memeriahkan HUT Kemerdekaan RI Ke-71, di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, Jumat (12/08) siang hingga jelang petang kemarin.
Siswa dan siswi beserta guru pembimbing nampak melabeli busana daerah yang mereka kenakan dengan aneka kalimat bernada kritis terkait wacana Full Day School (FDS) yang sempat digaungkan oleh Muhadjir Effendi, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Syahputera, seorang penonton karnaval itu, lebih jauh menyatakan, program FDS yang sempat terlontar dan diwacanakan sang Menteri tidak efektif dan tidak berpihak pada kaum lemah.
“Banyak anak yang berasal dari keluarga yang lemah ekonominya, dimana anak-anak itu harus bersama-sama dan membantu orang tua mencukupi kebutuhan harian baik dengan membantu orang tua cari air, gembala ternak, dana lainnya,” tohok Syahputera.
‘Siapa yang cari rumput, kerbau, kuda, sapi? keloe dech’ juga ‘Siapa yang bantu masak, cuci dan sapu halaman capeh dech’ hingga ‘Full Day Miserry’ adalah sebagian poster yang dibawa dan melabeli barisan busana adat siswi dan siswa SMP Satap Padadita dalam aksi karnaval kemarin.(ion)