Waingapu.Com – Sepak terjang Mafia Pertanahan dinilai sudah sangat meresahkan. Bak hantu gentanyangan mereka bisa berada di segala tempat. Kondisi inilah yang dinilai oleh Warga Desa Napu, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, NTT, bersama GMNI menyerukan kata lawan! Kalimat kutukan dan kekesalan, dalam bentuk aksi demonstrasi ke kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) setempat, Kamis (13/01) lalu.
Kegeraman yang masih dalam balutan aksi demo yang santun dan damai itu, diwarnai dengan orasi, poster dan peryataan sikap mahasiswa serta masyarakat. Salah satu point yang disuarakan adalah tuntutan pencopotan kepala kantor ATR/BPN Sumba Timur. Selain itu, juga menuntut pembatalan empat sertifikat tanah dengan luasan total 16 hektar di sekitar Tanjung Sasar.
Tuntutan pembatalan sertifikat empat bidang tanah itu, sebagaimana diserukan dalam orator dalam aksi saat itu, beratasnamakan Hengky Ezar dan Merlin Romanti.
‘Biarkan belisku yang kandas asalkan jangan keadilan yang kau tindas’ serta ‘Jangan datang mengkotak-kotakan kami karena kami satu, Haharu Malai Kataka Lindi Watu’ adalah sebagian dari poster yang dibawa warga dan mahasiswa dalam aksi yang dikawal aparat gabungan Polres Sumba Timur itu.
Selepas membacakan pernyataan sikap di depan kantor ATR/BPN, Demianus Hapu Kambanau, Korlap aksi ini menegaskan akan menggelar aksi serupa dan dalam jumlah massa yang lebih besar.
“Kami hari ini memang puluhan orang saja, ini sebagain dari perwakilan mahasiswa pergerakan juga warga Napu. Kalau tidak disikapi dan kemudian mengecewakan dan meresahkan warga, kami tegaskan akan menggelar aksi jilid dua dengan jumlah yang lebih banyak,” tegasnya.
Aksi yang lebih besar, kata dia berpotensi untuk digelar dengan melibatkan seluruh organisasi gerakan yang terpanggil untuk memperjuangkan aset berharga di Tanjung Sasar, yang mana miliki nilai historis, adat dan budaya itu.
Umbu Elu Ambu, tokoh masyarakat dan juga tokoh adat desa Napu, dalam kesempatan yang sama juga menegaskan siap berjuang untuk tanah ulayat warisan leluhur. “Mau mati, mati! kami siap untuk perjuangkan tanah kami, itu tanah leluhur kami, tanah leluhur orang Sumba,” tandasnya.
Selepas aksi di ATR/BPN pendemo juga menggelar aksi serupa ke Kantor Kejaksaan Negeri Waingapu, Kantor Bupati dan berakhir di Kantor DPRD Sumba Timur. Harapan dan tuntutan juga senada, yakni kepedulian ketiga lembaga itu untuk peka pada realita itu. Dan selanjutnya merealisasikan dalam tindakan nyata, menyelamatkan aset berharga peradaban Sumba, yang justru dikuasai dan berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. (ion)