Waingapu.Com – Pasar baru Prailiu yang pembangunannya menyedot dana APBD perubahan 2021 lebih dari Rp1,2 Miliar, dulunya nampak megah dan dibanggakan oleh para pedagang yang akan menempatinya. Sekalipun kontruksinya terbagi antara tembok dan triplex, bangunan itu diharapkan bisa menjadi lokasi baru bagi para pedagang eks pasar Prailiu di depan Lapangan pacuan kuda Rihi Eti, Kelurahan Prailiu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur.
“Tentu kita senang dan siap tempati pasar baru itu. Apalagi jika sudah lengkap fasilitas air dan listrik di sana,” ungkap Oktavianus Taralandu, seorang pedagang sayur yang ditemui wartawan akhir Januari 2022 silam.
Namun kondisi terkini jauh berbeda, fasilitas itu tidak terlihat layaknya sebuah pasar yang riuh oleh aktifitas jual beli antara pedagang dan konsumennya. Sejumlah lapak nampak telah jebol pintunya, juga lantai alami keretakan dan penurunan. Wartawan yang menyambangi tempat itu beberapa hari lalu ditemani oleh Lius Tede Lay, Ketua RT 12 Kelurahan Prailiu itu hanya disambut sepoi angin dari hutan bakau dan seekor sapi yang diikat di halaman belakang bangunan pasar.
“Hanya sekitar satu bulan setengah pedagang tempati setelah peresmian. Namun kemudian karena sepi dan minim bahkan tidak ada pemasukan, satu persatu pedagang kasih tinggal lapaknya di sini,” jelas Lius Tede.
Diakui Lius, air dan listrik di pasar ini tidak lagi berfungsi. Tidak hanya itu hampir 50 persen lapak tidak lagi terkunci atau jebol pintunya.
“Listrik hanya nyala dan terpasang waktu awal mereka pedagang berjualan. Lalu kemudian disiapkan sumur bor. Tapi setelah mereka kasih tinggal yaa jadinya semua tidak berfungsi,” timpalnya sembari menjelaskan, informasi terkait kondisi pasar itu telah pula disampaikan ke figur penjabat pemerintah melalui group WA. Namun harapan untuk adanya tindak lanjut bak ‘jauh panggang dari api’ itu.
Wartawan kembali mendatangi Oktavianus Taralandu, pedagang aneka sayuran dan kebutuhan dapur, Minggu (13/11/2022) malam lalu. Ia ditemui karena dulunya bersemangat untuk menempati pasar yang diresmikan oleh Asisten I Setda mewakili Bupati Sumba Timur pada 10 Januari 2022 silam.
Dengan lugas Taralandu menjelaskan, dia justru menjadi orang pertama yang tinggalkan lapaknya di Pasar Baru Prailiu, setelah berupaya bertahan untuk berdagang sekira 1,5 bulan itu.
“Awalnya saya semangat untuk tempati di sana. Tapi saat tiba dan lihat pasar itu saya sudah berpikir kok beda dengan pasar yang saya tahu. Bagunannya bukan memanjang ikut jalan tapi ke arah laut. Kalau yang jual dibelakang dekat laut kan kurang bagus. Tapi kalau dibangun ikut jalan lalu semua pintu lapak menghadap jalankan bisa lebih bagus, tinggal bagaimana rejeki kita, ” urai Taralandu.
Walau diperhadapkan pada kondisi itu, awalnya diakui Taralandu dirinya tetap berupaya optimis berjualan di lapak yang telah disiapkan. “Saya punya lapak yang paling ujung bagian timur, semangat saya di awal-awal, kawan-kawan juga begitu,” timpalnya.
“Tapi kok lama-lama kami hilang pemasukan. Minus jadinya, kalau begini kami mau makan apa? Jadi kemudian saya orang pertama yang kasih tinggal lapak di sana,” tukasnya.
Tidak hanya karena ketiadaan pembeli, serangan agas juga menjadi tantangan yang akhirnya merontokan optimismenya juga para pedagang lainnya.
“Kita sudah rugi sepi pembeli, sayuran layu dan rusak. Belum lagi kalau jam 2 atau 3 sore, mulai sudah agas banyak yang serang. Gigit kami semua hingga gatal-gatal dan bengkak kulit kaki tangan dan muka. Bahkan ada anak-anak yang sampai sakit. Kalau terus begini kami mau cari hidup baik bukan sakit! Ee saya kasih tinggal sudah!” tandas Taralandu.
Sempat kehilangan sumber pemasukan, membuat Taralandu berupaya mencari cara untuk mencari lokasi ideal baru. Upayanya itu berbuah lokasinya kini. Walau tidak permanen namun dirinya mengaku lebih nyenyak tidur dimalam hari karena selalu ada pemasukan.
“Saya tidur di sini. Kalau sudah malam dan saatnya tutup saya tinggal tarik sampiran tutup ini kelambu. Tidur ngorok sudah saya,” jelasnya dengan senyum lepas.
Apalagi dirinya hanya diminta untuk membantu mengisi token listrik pemilik tanah tempatnya membuat lapak jualan itu. “Saya tidak tahu lagi nanti jika di atas mulai ramai, bisa saja jualan di sana, tapi sekarang di sini saja dulu,” pungkasnya sembari mengencangkan kembali suara radio Max FM yang sedang menyiarkan ibadah dalam bahasa Sumba Timur itu.
Entah kapan dan bagaimana langkah yang akan diambil instansi yang berkompeten, masih akan ditunggu. Realitanya kini bangunan pasar baru Prailiu di bilangan Pantai Batu Payung, Pada Dita itu saat siang nampak lengang dan di malam hari bagai rumah hantu.
“Kalau malam yaa macam rumah hantu sudah, tidak ada lampu penerangan dan tidak ada penghuni sama sekali. Begitu sudah kondisinya,” ungkap Yulius Wahi, warga lainnya yang rumahnya tidak seberapa jauh dari bangunan pasar itu. (ion)