Sahabat Alam NTT dalam Mengawal Isu Lingkungan di NTT

oleh
oleh

Lingkungan hidup menjadi salah satu isu yang sampai saat ini menjadi perhatian serius seluruh elemen. Sahabat Alam NTT melihat dan menilai bahwa lingkungan hidup di NTT menjadi taruhan terbesar dalam berbagai perilaku dan aktifitas korporasi (perusahaan). Menanggapi persoalan ini Sahabat Alam NTT membuka diskusi terkait peran-peran lembaga pemerintah dan lembaga agama dalam mengawal isu lingkungan yang ada di NTT.

Hasil rilis Jaringan Adovokasi Tambang mencatat 44 persen daratan di Indonesia telah dikapling untuk pertambangan (tempo 6 Juni 2017). Persoalan ini menjadi tantangan terbesar kita saat ini. Sejarah mencatat perlawan terhadap pengrusakan lingkungan sudah terjadi sejak dahulu kala, ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa riligius yang terjadi. Manusia dan alam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan itu sendiri. Pertanyaan mendasarnya apakah kita (manusia) sadar akan keberadaan alam saat ini?

Gambaran kemiskinan dan perdangangan manusia menjadi potret buram betapa pemerintah gagal sejahterakan rakyat, secara ekologis pemerintahpun tidak serius mengatasi persoalan lingkungan faktanya bahwa berbagai kebijakan dan izin korporasi yang masuk di NTT semakin tidak terkendali, hinggga saat ini terdapat 307 IUP mineral batubara, dan ada 168 IUP yang tidak terdaftar Clean and Clear (CNC), data yang dirilis oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menunjukan ketidakhadiran negara dalam memberikan akses kepada masyarakat untuk mandiri di tanahnya sendiri mengapa demikian? Sebab dengan bertambahnya perluasan lahan usaha industri batu bara juga semakin sempit ruang kelola masyarakat dalam mengelola lahan pertaniannya, dalam riset lembaga nirlaba internasional dan Jatam nasional mengungkapkan ada sekitar 1,7 juta Ton beras yang hilang setiap tahunnya akibat alih fungsi lahan pertanian dan perubahan iklim akibat semakin masifnya usaha pertambangan di Indonesia. Nusa Tenggara Timur yang merupakan provinsi kepulauan akan berdampak besar terhadap pulau-pulau kecil akibat perubahan iklim dan ancaman krisis ekologis.

Baca Juga:  Tingkatkan Partisipasi Rakyat dalam Pemilu, Turunkan Angka Golput

Sahabat Alam NTT dan Komunitas Kristen Hijau melihat bahwa perlu adanya peran lembaga agama dalam mengawal isu lingkungan bukan saja soal lahirian namun sebaliknya lembaga agama harus secara total memberikan pencerahan betapa pentingnya alam. Upaya memperthanakan ruang hidup masyarakat tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya sikap sadar masyarakat dan pemerintah akan pentingnya lingkungan hidup.

Peran-peran lembaga agama dalam mengawal isu lingkungan di NTT saat ini sudah secara terstruktur dikampanyekan dengan slogan “Keluarga Ekologis” ini menjadi titik awal bangkitnya peran lembaga agama dalam mengawal isu lingkungan di Indonesia khususnya di NTT. Sahabat Alam NTT melihat secara riil bahwa soal lingkungan menjadi soal kesadaran kita dalam menjaga ciptaan Tuhan. Saat ini NTT mengalami degredasi lingkungan dimana ada, fenomena saat ini dapat kita lihat dengan maraknya berbagai persoalan agraria. Kebijakan pemerintah yang semakin tidak cukup memberikan perhatian serius kepada lingkungan menjadi salah satu faktor munculnya berbagai persoalan sosial di NTT. Hari ini kita berperang mengeksploitasi Sumber Daya Alam dengan sadarpun kita telah merusak lingkungan.

Baca Juga:  Ulasan Ringan Pasca Hari Kasih Sayang

Perang terhadap sumber daya alam yang marak terjadi diberbagai daerah hal ini menimbulkan konflik harizontal, munculnya persoalan baru bukan tidak mungkin ada hubungannya dengan lingkungan (SDA) yang semakin tidak terkendali dengan berbagai aktifitas korporasi yang memarginalkan masyarakat kecil dan budayanya. Human Trafficking, kemiskinan, rawan pangan dan sampai pada kekerasan pada anak menjadi potret yang sering dinikmati oleh publik dewasa ini.

Saminrus Ndatang, tokoh masyarakat pemerhati lingkungan dalam pertemuan tersebut juga menyampaikan, bahwa saat ini manusia dihadapkan dengan berbagai peristiwa alam yang luar biasa, manusia sudah menunjukan dirinya lebih superior dari pada alam, jadi seenaknya melakukan eksploitasi dan perusakan alam, sehingga banyak di daerah-daerah yang tergolong miskin tetapi sumber daya alam melimpah, ini harus meneliti dengan baik, apa yang salah sebenarnya?

Pemerintah tentunya harus hadir memerangi kemiskinan tanpa merusak alam yang akan berdampak besar terhadap manusia dan masa depannya, ketika pemerintah merasa bertanggungjawab (respect) untuk melakukan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat (fullfil), maka kita sulit mendapat kabar bahwa masyarakat lagi lapar, lanjut Saminrus.

Baca Juga:  WALHI NTT: Lemahnya Penegakan Hukum di Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat Hadapi Tiga Masalah Serius

Dalam diskusi tersebut, antara Sahabat Alam dan Kristen Hijau mengupayakan akan melakukan pengawalan isu-isu lingkungan, dan melakukan edukasi terhadap masyarakat sipil bagaimana pentingnya menjaga alam dan memeliharanya, ini yang akan dilaksanakan dalam waktu-waktu dekat Sahabat Alam NTT melihat bahwa pembangunan di NTT bahwa Keselamatan lingkungan menjadi skala prioritas yang perlu diimplemetasikan secara serius oleh semua pihak baik itu pemerintah dan elemen-elemen lainnya.

“Untuk memerangi masalah lingkungan kita harus memiliki sikap yang sama untuk saling menguatkan,” ujar Dewi, Ketua Shalam NTT. Disamping itu, demikian Dewi, peran lembaga agama menjadi poin penting yang harus serius dilakukan. Salah satu yang ingin dilakukan oleh Sahabat Alam NTT dalam menyikapi berbagai persoalan lingkungan saat ini adalah dengan membentuk Sekolah Lingkungan tujuannya untuk memberikan edukasi usia dini kepada generasi muda, tentu saja harapannya didukung semua pihak agar Sekolah Lingkungan ini menjadi aksi nyata dalam penyelamatan lingkungan hidup.[*]

Penulis Deddy Febrianto Holo
Anggota Sahabat Alam Walhi NTT bidang pengelolaan Sumber Daya Air.
Alamat Jl. Mawar No. 13 kelurahan Naikoten 1.
No hp : 081 246 093 579

Komentar