Kupang, Waingapu.Com-Gelombang kecaman atas dugaan perampasan tanah ulayat di Desa Pramadita, Kecamatan Karera, kian meluas. Kali ini datang dari Ikatan Pelajar Mahasiswa Sumba Timur (Ipmastim) Kupang yang menegaskan sikap tegas: tanah leluhur tidak boleh dirampas.
Ketua Umum Ipmastim, Saulus Ngabi Nggaba, menilai bahwa tanah ulayat adalah fondasi identitas masyarakat adat. “Tanah bukan sekadar ruang untuk bercocok tanam, melainkan bagian dari jati diri. Merampas tanah ulayat sama artinya menghapus identitas masyarakat adat,” katanya.
Ipmastim menyebut perampasan tanah ulayat jelas melanggar konstitusi dan undang-undang. UUD 1945 Pasal 18B serta UU Pokok Agraria 1960 telah mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Karena itu, praktik semacam ini dinilai sebagai pelanggaran berat.
Saulus menegaskan, perampasan tanah bukan hanya persoalan agraria, melainkan juga soal kemanusiaan. “Hak masyarakat adat adalah hak yang melekat. Tidak ada yang boleh merampasnya dengan alasan apa pun,” tegasnya.
Ia meminta pemerintah daerah dan provinsi segera mengambil langkah nyata melindungi masyarakat adat di Pramadita. “Pemerintah tidak boleh berpura-pura tidak tahu. Kasus ini harus dihentikan sebelum menimbulkan luka sosial yang lebih dalam,” tambahnya.
Selain pemerintah, Saulus juga mendesak aparat hukum menindak siapa pun yang terlibat dalam intimidasi maupun manipulasi hukum terkait tanah ulayat. Menurutnya, penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk mencegah kasus serupa terulang.
Ipmastim mengingatkan, menghormati kearifan lokal adalah jalan keluar terbaik. Musyawarah adat yang diwariskan leluhur mestinya dijadikan pegangan utama dalam menyelesaikan persoalan sengketa tanah.
“Jika tanah ulayat dibiarkan terus dirampas, maka kita sedang menggali kubur bagi masyarakat adat sendiri. Saat itu tiba, kita tidak hanya kehilangan tanah, tetapi juga kehilangan Sumba,” pungkas Saulus.(ion)