Waingapu.Com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT mengkritisi rencana reklamasi Pantai Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut WALHI, kegiatan dimaksud berdampak pada kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Pelaksanaan reklamasi yang berlabel ‘Pojok Cinta’, sebagaimana disebut WALHI dalam rilisnya yang diterima media ini, Jumat (25/05) malam kemarin, diduga atas nama kepemilikan pribadi Eliyaser Yentji Sunur. Hak-hak masyarakat sekitar dilanggar, sebab tanpa persetujuan masyarakat adat Dolulolong.
Dipaparkan WALHI dalam rilisnya, pelaksanaan reklamasi hingga saat ini telah melakukan pengerukan/penimbunan dengan seluas 17.500 meter persegi. Selain itu, pelaksanaan reklamasi berpotensi menghilangkan ruang hidup dari 34 Kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada laut.
WALHI NTT lebih lanjut memaparkan dalam rilisnya, secara kasat mata teridentifikasi ditemukan banyak persoalan dalam reklamasi itu. Sebut saja, diantaranya: reklamasi ini tidak memiliki ijin lokasi, tidak memiliki ijin pelaksanaan reklamasi, dan tidak memiliki analisis dampak lingkungan (Amdal). Pelanggaran Peraturan Presiden Nomor; 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil dan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pantai dan Pulau-pulau Kecil; Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Prepres Nomor 122 tahun 2012 menegaskan; jika dilakukan reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil terlebih dahulu memiliki rencana reklamasi, rencana reklamasi mana antara lain meliputi; penentuan lokasi, rencana induk reklamasi, study kelayakan yang meliputi audit lingkungan (Amdal), analisis sosial dan ekonomi serta rencana detail pelaksanaan reklamasi.
Diuraikan WALHI NTT dalam rilis yang dikirimkan via email oleh Umbu Wulang Tana Amahu, selaku Direktur Eksekutif WALHI NTT dan Gaspar, dari LBH SIKAP Lembata, yang juga sebagai narahubung pasal 4 (empat) Perpres tersebut menegaskan, jika dilakukan reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil harus memiliki Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang diatur dalam Peraturan Daerah, Pasal 11 Perpres tersebut menjelaskan jika dilakukan reklamasi pantai harus memperhatikan pranata sosial, kearifan lokal, kepemilikan atau penguasaan lahan, kondisi ekosistem pesisir, dampak ekonomi dan akses publik atau kepentingan publik, dan Pasal 15 sampai dengan Pasal 21 Perpres tersebut mengatur tentang perijinan baik ijin lokasi maupun ijin pelaksanaan reklamasi selain audit lingkungan/Amdal yang di dahului dengan Peraturan Daerah tentang Zonasi Kawasan, dll.
Sebagai organisasi sosial yang konsen terhadap perjuangan masyarakat atas ruang hidupnya, WALHI NTT meminta Bupati Lembata untuk menghentikan proses pelaksaan reklamasi Pantai Balauring, juga menegakkan Peraturan Presiden Nomor; 122 tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil dan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pantai dan Pulau-pulau Kecil. Selain itu mengembalikan dan memulihkan ruang hidup masyarakat pesisir Desa Dolulolong. (ion)