Waingapu.Com – Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh tiap tanggal 05 Juni tiap tahunnya disikapi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dengan mengkritisi para kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur NTT. Hal itu terungkap dalam rilis yang dikirim oleh Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, selaku Direktur Eksekutif WALHI NTT, Selasa (05/06) petang kemarin yang diterima media ini via emailnya. WALHI menyatakan Para kandidat menempatkan komoditi komoditi pembangunan tersebut seolah tidak berinteraksi dengan lingkungan hidup.
Dipaparkan dalam rilisnya, hiruk pikuk politik pemilihan Gubernur NTT 2018 – 2023 yang gtengah berlangsung, seperti yang tampak dalam arena debat dan kampanye kandidat, tidak satupun calon yang mengemukan visinya terkait dengan perlindungan wilayah kelola rakyat serta lingkungan hidup.
Para kandidat, demikian WALHI, lebih sibuk memberikan mimpi mimpi kesejahteraan. Mirisnya, mimpi kesejahteraan tersebut dalam lingkup pertanian dan peternakan. Padahal dilain sisi, kedua bidang ini notabene hanya bisa berkembang bila ada wilayah kelola rakyat yang baik dan daya dukung lingkungan yang memadai. Bagaimana mau memajukan peternakan, kalau wialayah penggembalaan ternak terus menyusut karena diberikan kepada investor. Bagaimana mau memajukan pertanian, kalau produksi air di hulu terganggu karena marak perambahan hutan atas nama pembangunan. Bagaimana mau memulihkan daya dukung lingkungan yang rusak di NTT kalau politik anggara untuk lingkungan hidup hanya 0,025 persen dari toal PAD NTT? deret tanya kritis WALHI dalam rilisnya.
Terkait dengan aneka realita dan dinamika itu, WALHI menyatakan sikapnya yakni, Pilgub NTT masih jauh dari harapan dalam mempertunjukkan komitmen para kandidat untuk melindungi keselamatan daya dukung alam dan rakyatnya. Para kandidat juga tidak ada yang menawarkan visi dan program – program kepada masyarakat yang menjamin masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dan mengedepankan perlindungan wilayah kelola rakyat. Padahal dilain sisi, bencana ekologis terus meningkat 15 sampai 20 % setiap tahunnya dan juga angka kasus konflik rakyat yang mempertahankan lahan kelolanya dengan perusahan/pemerintah terus meningkat.
Tak hanya itu, WALHI menyatakan Pilgub NTT lebih banyak yang nampak ‘Obral janji‘ soal isu-isu populis saja, seperti kesehatan, infrastruktur, ekonomi dan pendidikan. Terkait hal itu WALHI NTT mengajak rakyat pemilih untuk mempertanyakan Visi tersebut kepada para kandidat dalam arena kampanye maupun debat. Juga meminta pemerintah Provinsi untuk menghentikan aktivitas privatisasi pesisir pantai yang kian marak saat ini, juga hentikan keluarkan ijin yang telah mendapat penolakan dari rakyat pemilik lahan.
Secara spesifik WALHI NTT meminta dihentikan Reklamasi Bauring, Lembata dan biarkan menjadi wilayah kelola nelayan dan tempat rekreasi rakyat, mengeluarkan kebijakan yang dapat mengurangi secara signifikan pencemaran pulau dan laut di NTT.
WALHi juga mengajak untuk melakukan refeleksi sebagaiamna yang dilakukan oleh warga desa Patiala Bawa, Kecamatann Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. WALHI menyakini publik belumlah lupa, bahwa untuk pertama kalinya di Sumba dalam sejarah, telah terjadi penembakan oleh Polisi kepada petani. Penembakan terjadi karena warga menolak pengukuran lahan secara sepihak oleh Perusahan Sutera Marosi Kharisma di Pesisir Pantai Marosi. (ion)