Waingapu.Com – Proyek drainase yang tersebar di kota Waingapu dan sejumlah wilayah lainnya di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT disinyalir dikerjakan ‘asal jadi’ oleh sejumlah warga yang dilintasi proyek. Walau awam dengan hal-hal teknis, warga tetap kuatir dengan kualitas pekerjaan seiring dengan material pasir yang digunakan adalah pasir gunung ditambah dengan saluran yang dikerjakan dikuatirkan tidak bisa mengalirkan air dan limbah rumah tangga secara optimal.
“Kalau pasir gunung itu lebih banyak tanah atau debunya, buruk-buruknya pasir sungai tetap lebih baik dari pasir gunung, walau harganya tentu lebih mahal. Jadi lihat saja ini selokan nanti pasti tidak berusia panjang karena pakai pasir gunung campurannya, belum lagi jika semen yang digunakan tidak sesuai ketentuan. Foto memang itu tumpukan pasir gunung, daripada nanti truk proyek sudah angkat bawa kasih pindah,” tutur seorang warga yang enggan terexpose identitasnya diamini warga lainnya yang ditemui di sekitar lokasi proyek drainase yang melintasi wilayah Wara dan Kemala Putih beberapa hari lalu.
Seperti terpantau Jumat (23/07) siang, beberapa bagain selokan memang nampak rapuh, terutama bibir selokan yang mudah ambruk. Tak hanya itu, tumpukan material yang merupakan bekas material yang bisa jadi merupakan material-material yang copot/roboh saat dikerjakan juga ditemukan. Selain itu, elevasi saluran drainase ini juga layak dipertanyakan seiring dengan ditemukan adanya genangan air dibeberapa bagian yang juga dilengkapi dengan limbah-limbah sampah dan plastik rumah tangga.
Pihak kontraktor pelaksana yang ditemui mengakui pasir yang digunakan memang pasir gunung. Namun demikkian pasir tersebut telah melalui uji laboratorium. “Memang benar ini pasir gunung yang digunakan, namun tidak semua pasir gunung itu jelek, apalagi kami telah lakukan uji lab sebelum dipakai. Dan telah memenuhi persyaratan spek,” tandas Yarit Ello, General Superintendent proyek yang didampingi Manager umur Julius N. Ludjiwara serta Stefanus Pandu selaku pelaksana proyek ketika ditemui beberpa saat kemudian di lokasi proyek.
Terkait dengan elevasi saluran drainase, Stefanus dan YaritEllo senada menyuarakan argumennya. ”Untuk elevasinya itukan digambar tidak diatur, jadi intinya fungsi saluran itu adalah untuk mengalirkan air, jadi jika masih ada genangan tentunya nanti saat PHO pemerintah tidak akan membayar jika masih ada yang tidak sesuai,” imbuh Yarit.
“Kita kendala dari kondisi lapangan, adakalanya saluran kena di lahan orang dan ada yang tidak mau terima yaa kita terpaksa atur bagaimana agar saluran tetap dikerjakan, jadi semua itu disesuaikan dengan kondisi lapangan, dan itu dimungkinkan dalam kontrak,” timpal Stefanus menanggapi saluran yang nampak tidak simetris sekalipun berada dipinggir jalan yang simetris.
Adapun proyek ini menelan dana bersumber dari APBN murni senilai lebih dari Rp. 18,4 Miliar dan merupakan item dari proyek-proyek Dirjen Cipta Karya Propinsi NTT untuk penataan pemukiman dan infrastruktur dengan PT.Alam Flores KSO PT.Erom.(ion)