Waingapu.Com – Penghargaan dalam bentuk sertifikat Museum Rekor Indonesia (MURI) yang diperoleh PT. PLN dipersoalkan sejumlah warga di jejaring sosial dunia maya. Pasalnya PLN dinilai belum pantas menerima sertifikat rekor Muri atas penggunaan listrik pintar(Prabayar/listrik pulsa) 100 persen untuk area pulau Sumba, NTT.
Adapun Rekor Muri sebagaimana diberitakan sebelumnya, langsung diberikan Paulus Pangka, selaku Senior Manager MURI di pelataran PLN area Sumba pada Vickner Sinaga (Direktur Operasional PLN Indonesia Timur), Richard Safkaur (General Manager PLN Wilayah NTT) dan Khairulah (Manager PLN area Sumba) atas prestasinya menjadikan Sumba sebagai daerah pertama di Indonesia dan bahkan dunia yang pelanggannya 100 persen menggunakan listrik prabayar (listrik pintar/pulsa) di pelataran belakang kantor PLN area Sumba, di Kota Waingapu, Sumba Timur (Sumtim), Senin (30/12/2013) lalu.
Menurut warga yang menjadikan dunia maya sebagai ajang curhat dan penyampaian kritikan tajamnya, PLN dinilai tidak atau belum pantas meraih Muri karena masih banyak warga yang dapat dengan mudah ditemui, meteran listriknya masih model lama alias belum beralih menggunakan meteran listrik pulsa/prabayar/listrik pintar.
“Di PLN kami udah didata sebagai pengguna listrik pintar sejak sekitar Oktober- November 2013 tapi s/d 30 des 2013 meteran listrik nya yang dulu-dulu juga” tanggap account atas nama Edy Luke Kitu. Bahkan ada warga yang justru mengaku dirumahnya belum dipasangi meteran prabayar, sekalipun dirinya bukanlah pegawai Telkom dan Telkomsel group, TNI ataupun Polri.
“D rumah saya belom di pasang, katanya mau dipasang sampe sekarang tidak,tetangga saya juga belum semuanya dipasang. Hanya beberapa saja. Masa 100 % ??? ckckck,” demikian account dengan nama Nurze Anytha.
Kritikan lebih vokal juga dikemukakan account dengan nama Sara Huke. “Hmmm,,PLN dengan banggax terima Muri, padahal kerjanya belum maksimal, kalau terima Muri untuk pemadaman listrik dalam satu hari bisa 5 sampai 10 kali itu kami bisa mkalumi,, kalau untuk 100 persen masyarakat sumba sudah memakai meteran pintar? macamnya kurang pas,” tohoknya.
“Perusahaan listrik negara dan perusahaan lilin negara beda tipis, mungkin 1 group? Listrik pintar….. ke Pelanggan, obral sanksi tapi miskin reward…!” demikian serangan dari account bernama Markus Mbaha Ndakumanunggu menyatakan kekesalannya.
Nada tidak puas pada kinerja PLN terkait dengan kebijakannya menggunakan meteran listrik prabayar yang seolah menepikan konsumen tak hanya via jejaring sosial. Beberapa warga yang ditemui wartawan secara langsung juga mendapati keluhan dan realita warga yang rumahnya belum dipasangi meteran prabayar.
”Saya dengan sengaja dijadikan orang yang punya hutang oleh PLN, padahal saya tiap bulan rutin bayar. Namun sejak September lalu, rekening listrik saya telah diblokir sepihak oleh PLN. Oleh petugas meteran, saya dikatakan telah dimigrasikan, padahal saya sekalipun tidak pernah bertemu ataupun ditemui petugas PLN untuk menjelaskan langsung perihal migrasi. Ini kebijakan yang menjerumuskan konsumen,” ujar Mama Ambu yang berdomisili di kelurahan Kambaniru itu.
Tak jauh beda dengan keluhan yang diutarakan Nyonya Renggi yang menyebutkan PLN mengorbankan konsumen hanya untuk mengejar status 100 persen listrik prabayar namun dilakukan dengan cara pemaksaan secara terselubung.
”Ini pemaksaan secara terselubung, saya akan pergi ngamuk di PLN nanti. Kapan saya bilang mau pindah meteran prabayar? Tiba-tiba saja rekening saya diblokir dan mereka tidak mau lagi terima bayaran rekening listrik. Nanti pasti kalau saya ikut maunya maka hutang saya akan menumpuk, kalau sudah begitu, PLN pasti lepas tidak peduli, dan pasti minta kita cicil. Mau cash atau cicil tetap saja, kami terbebani,” paparnya.(ion)