Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik.
Degradasi lahan merupakan bentuk kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan. Bentuk degradasi lahan, misalnya lahan kritis, kerusakan ekosistem laut, dan kerusakan hutan.
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Kerusakan hutan di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang menjadikan hutan sebagai objek paling pragmatis yang memberikan keuntungan dalam jangka waktu yang pendek. Hutan dijadikan komoditi yang paling mudah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dijadikan alasan guna melakukan eksploitasi hutan tanpa memperhitungkan daya dukung, keberlanjutan dan kelestarian hutan (Koesmono, 1999).
Kasus yang terjadi di kabupaten Sumba Timur dalam empat tahun terkait kerusakan hutan saat ini memang menjadi persoalan besar bagi kita semua. Hampir di sebagian besar kawasan hutan di Kabupaten Sumba Timur dieksploitasi untuk kepentingan ekonomi. Dalam hal ini digunakan oleh pihak investor untuk mengeruk seluruh sumber daya alam yang ada demi kepentingan bisnis tanpa mempedulikan keberlanjutan daya dukung lingkungan.
Kasus pengrusakan hutan yang baru – baru ini terjadi di Desa Watuhadang, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur pada tanggal 15 Februari 2019 seakan tidak mendapat perhatian serius oleh pemerintah daerah dan pemerintah provinsi.
PT. Muria Sumba Manis (MSM) lewat sub kontraktornya CV. Sinar Tambolaka telah merambah hutan negara yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lai Roka tanpa mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan rekomendasi pemerintah daerah setempat. Fakta di lapangan menunjukan bahwa adanya penyelundupan hukum atau upaya menyembunyikan fakta.
Dalam Undang-undang kehutanan Nomor 41 tahun 1999 sudah ditegaskan bahwa setiap pelaku usaha atau yang melakukan kegiatan dikawasan hutan haruslah mendapatkan rekomendasi atau izin dari pemerintah terkait.
Forum Peduli Pembangunan Sumba Timur (FP2ST) menilai bahwa PT. MSM telah melakukan kejahatan lingkungan dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Di lain pihak pemerintah kabuaten Sumba Timur dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga tidak mengawasi secara baik kegiatan PT. MSM yang telah merambah hutan secara illegal.
Oleh karena itu sikap FP2ST kepada pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Sumba Timur untuk segera mengevaluasi kegiatan PT.MSM yang tidak prosedural dan meminta kepolisian dan kejaksaan untuk mengawal kasus pengrusakan lingkungan Selain itu, FP2ST menyikapi sikap Bupati Sumba Timur yang telah memberikan izin lokasi kepada PT. MSM namun “DIAM” ketika perusahaan tersebut melakukan pelanggran lingkungan. Kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh PT. MSM dan sikap “diam” pemerintah hari ini mencerminkan ketidakpatutan terhadap amanah undang-unndang 1954.
Kemudian FP2ST juga mengkrtik kebijakan Bupati Sumba Timur yang mengabaikan peraturan daerah Nomor 12 tahunn 2010 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RT/RW) kabupaten Sumba Timur. Pemerintah daerah tidak konsisten dengan produk regulasi yang disepakati bersama. Oleh karena itu bagi FP2ST, Bupati Sumba Timur juga diduga melakukan upaya kejahatan lingkungan dengan dugaan turut serta melakukan perusakan hutan.
Perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat, sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera, diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), maka dengan ini FP2ST meminta kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus perusakan hutan di Kabupaten Sumba Timur.
Penulis: Deddy Febrianto Holo, Koordinator FP2ST