Sumba, Nusa Tenggara Timur, – Berada di daerah yang terluar, terdepan dan tertinggal (3T) banyak sekali tantangannnya. Tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Seringsekolah belum teraliri listrik, letaknya jauh dari kampung penduduk, belum terkoneksi internet, dan jaringan telpon. Namun semua tantangan seperti itu tidak menyurutkan para guru yang berkiprah di daerah sepertiini untuk konsisten menerapkan pembelajaran modern yang menyenangkan, yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri siswa, mampu bekerja sama dalam tim, dan kritis.
Dalam acara talkshow yang digelar di ruang perpustakaan Gedung A Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional 13 September 2018, apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Setempat se -Sumba, beserta beberapa guru yang terlibat dalam program INOVASI, mengungkapkan hal-hal menarik seputar gerakan literasi di Sumba.Salah satunya adalah dari Sumba Timur. Turut hadir di acara tersebut adalah Ibu Sarvina Mbali Rima dan Umbu Lili Pekuwali. Mereka berdua menceritakan bagaimana upaya yang dilakukan INOVASI dalam upayanya mencari solusi atas permasalahan literasi yang terjadi di Sumba Timur.
Ibu Sarvina Mbali Rima yang sudah 13 tahun sejak tahun 2004 mengabdi sebagai guru honorer kelas satu di SD Kadahang, Sumba Timur, NTT membuka ceritanya tentang bagaimana kondisi dan cara ia mengajar sebelum mengikuti program INOVASI. “Saya dulu mengajar itu asal saja. Asal absen dan yang penting dapat honor.“ Kadang asal memberikan materi, memberi tugas dan kemudian meninggalkan murid-muridnya untuk mengurus rumah tangganya, lanjut Sarvina bercerita.
Diawal tahun 2018, Ia mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan program rintisan yang dilaksanakan oleh INOVASI dengan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur. “ada tiga sekolah yang ikut, dan semuanya hanya guru kelas awal saja, termasuk saya.” Dari sinilah, pemahaman Sarvina tentang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mulai berubah. Apa yang selama ini dia lakukan tanpa ada motivasi, tanpa ada tujuan dalam mengajar, menjadi lebih terstruktur, lebih terencana dan lebih memberikan kesempatan kepada siswanya untuk aktif dalam proses KBM.
“Berkat penerapan pembelajaran aktif, kini anak-anak bertambah berani. Mereka berebutan untuk maju ke depan menjawab pertanyaan atau presentasi kecil-kecilan. Tidak seperti dahulu saat saya mengajar dengan metode kebanyakan ceramah. Mereka pemalu, takut-takut dan jarang berani yang maju,” tutur Sarvina.
Apalagi Ibu Sarvina juga menerapkan cara baru dalam mengajar anak-anak berbahasa Ibu Bahasa Sumba tersebut. Satu jam pelajaran pertama menggunakan bahasa ibu dan ketika anak sudah paham dengan materi, barupada jam kedua mengulangi kembali pelajaran dengan Bahasa Indonesia. Metode baru tersebut, menurut Sarvina, terbukti efektif membuat siswa menyerap pelajaran lebih baik.
Agarpembelajaran aktif ini berjalan baik, maka dibutuhkan media pembelajaran sebagai media diskusi dan belajar. Ibu Servina tidak hanya mengandalkan buku paket yang diterbitkan Kemendikbud. Menggunakan media buatan sendiri yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai bisa lebih sesuai konteks daerah dan lebih mampu membuat siswa terlibat. “Kalau menggunakan buku paket terus-menerus, pembelajarannya menjadi membosankan bagi siswa,tidak lagi menyenangkan. Jadi kita harus kreatif membuat media belajar sendiri,” ujar Sarvina.
Beberapa karya Sarvina memang nampak di meja pajangan yang disiapkan oleh panitia. Beberapa karya yang ada diantaranya gambar jari yang menunjukkan angka 1 sampai dengan 5 yang diberi text Bahasa Kapunduk (Bahasa Ibu tempat Sarvina mengajar), ada pula anggota bagian tubuh yang juga diberi text Bahasa kapunduk. Media yang digunakan oleh Sarvina pun diperoleh dari bahan-bahan bekas seperti kardus dan sebagainya, namun sering kali tetap butuh alat tulis menulis seperti spidol, kertas karton dan kertas bekas yang ia gunting. Media-media itu ditempelkannya di dinding-dinding kelas tempatnya mengajar.
Menurut Sarvina, karena harus sering harus menggunakan media pembelajaran, maka dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. “Efek model pembelajaran ini sangat kentara. Tidak cuma di penyerapan pengetahuan, tapi pada terbentuknya karakter siswa yang lebih berani dan tampil percaya diri. Namun model ini juga butuh lebih banyak pendanaan terutama untuk membuat alat perga, media pembelajaran dan hasil karya siswa,” ujarnya.
Disesi berikutnya, Umbu Lili Pekuwali, Wakil Bupati Sumba Timur sekaligus ketua Forum Peduli Pendidikan se-Sumba (FPPS) mengungkapkan bahwa intervensi yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional melalui program INOVASI mempunyai dampak yang cukup signifikans terasa nilai kemanfaatannya. Ini terbukti sendiri saat Umbu Lili mengikuti beberapa proses yang dilakukan oleh INOVASI di salah satu sekolah binaannya, di SD Wunga beberapa waktu lalu. “Apa yang diceritakan oleh Ibu Sarvina memang sepertinya aneh dan kelihatan tidak masuk akal masih terjadi di Indonesia, tapi itulah realita dunia Pendidikan di Sumba.” Ungkapnya.
Dengan dipandu oleh Bapak Fasli Djalal – mantan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendiknas, kegiatan talkshow tentang suka duka dunia Pendidikan di wilayah 3T, yakni Sumba, berlangsung sangat menarik. Beberapa pegiat Pendidikan juga Nampak hadir dalam acara tersebut, seperti dari Taman Baca Pelangi, Komunitas Ayo Belajar Membaca dan beberapa perwakilan kementerian Lembaga turut hadir mengikuti acara hingga selesai. Diujung acara Umbu Lili Pekuwali, menyatakan akan memastikan program INOVASI juga akan terus berlanjut di Sumba Timur. “Kami mendukung realokasi pembelajaran dan akan menggunakan anggaran daerah untuk mendiseminasikan ke sekolah yang belum terjangkau program ini,” Pungkasnya.
Fasli Djalal yang saat ini menjadi Senior Advisor program INOVASI menuturkan, bahwa apa yang sudah dan saat ini masih dilakukan INOVASI di Sumba tentu harus didukung oleh kebijakan pemerintah setempat. “Dukungan dari pemerintah kabupaten, seperti apa yang sudah diungkapkan oleh Pak Umbu Lili selaku koordinator FPPS, sangat penting bagi keberlanjutan program INOVASI kedepannya.” Ujar Fasli (Agustanto Suprayoghie – INOVASI)