Sekelumit Kisah Spirit Mencari Air Warga Palindi Tana Bara

oleh
oleh

 

Waingapu.Com – Kekeringan sebagai dampak El Nino dan kemarau panjang, lebih dari sepekan terakhir menjadi topik hangat dan menarik untuk diangkat, dibicarakan oleh

media massa di Indonesia. Tak hanya dalam pemberitaan, pun dalam diskusi, talk show, topik ini ‘diulik’ menarik. Namun tidak banyak yang tahu, bahwa begitu panjangnya waktu kemarau dan kekeringan yang lebih panjang dilalui, dan dirasakan, daripada musim hujan dengan air yang melimpah. Yaa, belajar sabar dan pantang menyerah, bisa dipetik dalam kurang lebih dua jam bersama warga dan anak-anak dusun Kanjilu dan Mandara, Desa Palindi Tana Bara, Kecamatan Kanatang, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT.

Detak kaki kuda sandelwood seiring gemuruh angin mengibas rerumputan meranggas coklat di padang sabana, di Dusun Mandara, Senin (31/08) lalu, masih terdengar jelas. Lam Landu Amahu (51) ditemani Andreas (13) puteranya dengan sigap menggiring belasan kudanya untuk dibawa ke sisi kanan rumah mereka.

Kuda- kuda yang sangat kenal pekikan tuannya, juga paham akan tujuan kawanannya digiring sang majikan, tidak banyak bertingkah. Apalagi, terik mentari dan rerumputan yang tak lagi segar menghijau sudah saatnya diberi kesegaran air tuk berbaur dalam lambung.

Baca Juga:  Alat Fogging Terbatas, Sumba Timur Minta Bantuan Pemerintah Propinsi NTT

“Kalau sudah jam satu atau dua siang kuda kami giring bawa ke rumah untuk diberi air. Tidak banyak air yang bisa kami kasih karena memang air terbatas. Begini sudah kalau musim panas, hanya satu kali kasih air, kalau musim hujan barulah kuda puas minum air dan pilih rumput,” papar Lam Landu Amahu sembari menumpahkan air dari sejumlah jerigen ukuran lima liter pada sebuah wadah untuk diminum bergiliran kuda peliharaannya.

“Saya punya kuda sudah dua ekor yang mati. Awalnya lemas-lemas, lalu tidak bisa bangun. Saya tahunya itu karena kurang air,” tukas Andreas menambahkan sembari kembali menggiring kuda-kudanya ke padang pengembalaan.

Sekira pukul 15.00 Wita, matahari di belum sepenuhnya teduh, teriknya masihlah tetap menyengat, namun kaki-kaki anak-anak Mandara dengan tangan yang menenteng jerigen ukuran lima hingga 10 liter justru tetap melangkah. Rerumputan kering, tanah berdebu dan bebatuan pada jalan setapak menuju sumber air harus tanpa keluhan dilalui mereka.

Baca Juga:  Radio Max dan RSUD Sinergi Gelar Baksos Donor Darah

“Kami mau ke tempat air ambil air disana, tidak jauh Kak,” tukas Roslin (14), remaja Dusun Mandara.

Ternyata sumber realitanya tidaklah dekat, jika ditotal pulang dan pergi bisa mencapai delapan kilometer. Beberapa kali tebing harus didaki, ngarai harus dituruni barulah tiba di sumber air yang ternyata hanyalah lubang-lubang di pinggiran tebing yang cenderung lama baru terisi penuh karena tetesan airnya bagai tetesan cairan infuse itu.

Setibanya di sumber air yang terbatas itu, kesabaran menyatu dengan keletihan. Yaa, sumber air tak hanya digunakan oleh warga dusun Mandara namun juga warga Dusun Kanjilu. Kesabaran benar-benar diuji, karena selain menunggu air diciduk dengan gayung atau mangkuk kecil lalu dimasukan ke dalam jeringen, sejumlah lubang air juga nampak tertutup oleh ternak kuda dan kerbau yang meminum langsung dari lubang-lubang itu.

“Begini sudah tiap hari, kalau kita bawa kerbau atau kuda, yaa kita bisa bawa pulang air lebih banyak. Bisa empatpuluh atau limapuluh liter. Tinggal jerigen kita ikatkan di kerbau atau kuda. Kerbau atau kuda juga kita bisa kasih minum puas di sini sementara kita mandi atau cuci muka,” jelas Renggi (44) warga dusun Kanjilu.

Baca Juga:  Kembar Hydrochepalus Tana Wurung, Jalani Perawatan Di Bali

“Setiap pagi dan sore saya dengan adik-adik juga teman datang sini. Kami mandi dan ambil air disini. Air kami bawa dengan cara pikul di kepala atau ditenteng. Capek tapi karena sudah biasa yaa kita macam lupa capek,” kata Roslin sebelum ia, saudara dan teman-temannya siap menyusur jalan pulang dengan beban air dalam jerigen untuk ditenteng dan dipikul.

Keletihan seakan tak tersisa, ketika kaki mereka menjejak balai-balai rumah panggung mereka sembari disambut senyuman sumringah keluarga yang nantinya akan sama-sama menikmati air yang dibawa mereka untuk kebutuhan memasak tuk makan malam nanti. Belum lama beristirahat, nampak Roslin dan sejumlah rekannya di Kampung Mandara kembali bekerja membantu orang tua mereka seperti membersihkan beras untuk dimasak juga memberi makan babi peliharaan.(ion)

Komentar