Spirit Ata Hau, Sentil Nurani: Miskin & Cacat Namun Pantang Mengemis

oleh
oleh

Waingapu.Com – Kemiskinan boleh jadi sudah menjadi cerita yang tak berujung di negeri yang katanya ‘penggalan surga’ ini. Kemiskinan yang mendera warga negeri ini, tak dapat dipungkiri selain karena diwariskan turun temurun, tapi juga terjadi dan terus lestari karena ketidakpedulian dan kerakusan sejumlah oknum pennyelenggara negara yang hidup berkelimpahan, namun sayangnya tetap tak mengenal kata puas untuk mengeruk keuntungan dan kekayaan pribadi, keluarga serta kroninya dengan berlaku korup. Hebatnya semua itu acapkali tersamarkan manisnya citra, tutur dan perilaku yang ditampilkan.

Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI juga punya cerita kemiskinan yang tak bisa ditepikan. Daerah otonom yang bermottokan Matawai Amahu Pada Njara Hamu yang jika diterjemahkan lurus bisa diartikan sebagai Mata Air Emas, Padang Pengembalaan Terbaik, seakan berbenturan dengan kondisi sejumlah warganya yang masih terkungkung dalam kangkangan kemiskinan. Seperti halnya yang dirasakan oleh Hana Ata Hau, seorang janda yang berdomisili di Kelurahan Wangga, Kecamatan Kambera, yang sepanjang usianya hidup dalam keterbatasan dan bergelut dengan kemiskinan yang seakan menjadi kulit dan dagingnya.

Baca Juga:  Bagi Masker Gratis di Terminal Angkudes, SFC Sumba Timur dapat Apresiasi Positif Warga

Namun, sosok Ata Hau tak mau untuk sekedar dikasihani. Dalam keterbatasan ekonomi dan juga fisiknya yang tidak sempurna, karena sejak usia empat tahun harus menderita cacat pada salah satu kakinya, yang harus diamputasi karena digigit ular hijau, Ia tetap berupaya untuk menghidupi diri bahkan keluarganya. ”Kalau mau harap pengasihan orang, diam di kampung atau di rumah, orang akan terus anggap remeh kita. Namun kalau kita usaha, bagaimanapun kecilnya usaha kita, asal tekun dan doa, saya yakin berkat akan datang, dan tentunya orang tak selalu pandang rendah kita,” jelasnya kala ditemui pekan lalu dikediamannya.

Ata Hau yang kala ditemui sedang menjalankan aktifitas rutinnya membuat kemoceng itu ternyata tak hanya menyemangati diri sendiri. Ia juga terus memotivasi anak-anak dari pedalaman/kampung, yang menumpang untuk bersekolah di kota Waingapu. ”Sejak saya tinggal di sini, sudah lebih 20 orang yang menumpang disini untuk bersekolah. Mereka saya ajar dan bombing agar mandiri atau paling tidak bisa membantu orang tuanya untuk mencukupi kebutuhan sekolah. Mereka saya ajar untuk buat kemoceng, saya atau kalau mereka mau jual juga silakan, uangnya bisa untuk dibelikan buku dan kebutuhan sekolah,” paparnya lanjut.

Baca Juga:  Dalam Keterbatasan, Santi & Shinta Kembar Hyrdocephalus Dirawat

“Saya senang, mama ajar kami kerja dan usaha. Saya pertama memang macam malas-malas namun lama-lama saya semangat, apalagi mama bukan hanya tahu suruh saja, tapi juga kerja sama-sama dengan kami,” jelas Melvy, salah satu anak usia SMP yang menumpang dirumah Ata Hau, ketika dimintai pendapatnya.

Tak hanya terinspirasi semangat Ata Hau, Melvi juga terinspirasi sosok Kak Yuke, begitu Ia biasa menyapa anak tunggal Ata Hau yang kini telah mencapai semester akhir kuliahnya di STIE Kriswina Sumba. ”Saya juga pingin bisa kuliah, walau dengan kondisi seadanya dan sederhana seperti kak Yuke. Kak Yuke juga sama seperti saya dulu, buat kemoceng lalu dijual,” imbuh Melvy.

Baca Juga:  Diliputi Haru, Pangdam Udayana Serahkan Rumah Untuk Yatim Piatu Di Lingkup Kodim 1601

Inilah potret kemiskinan namun pantang surut spirit (semangat) sekalipun modal usaha ataupun dampingan teknis dari instansi terkait semisal Dinas Sosial ataupun Dinas Koperasi dan UKM -pun Dinas Perindag, tak pernah sekalipun menghampiri pelataran apalagi diterima telapak tangan kasar namun kokoh seorang Hana Ata Hau.

Potret kemiskinan yang juga layak menjadi permenungan para petinggi negeri, baik yang telah mengecap gelimang kemudahan sejak masa silam, bahkan boleh jadi larut dalam kubangan harta dan sukacita hingga melupakan janji-janjinya, maupun bagi mereka yang masih dan hendak menjadi penyelenggara negara yang kini mulai getol menebar janji maupun propaganda yang kini tak sulit ditemui wajah dan aneka janjinya hingga ke pelosok bahkan kadang di pepohonan hutan lindung maupun tiang listrik masuk dipedalaman sekalipun.(ion)

Komentar