Waingapu.Com – Warga Sumba Timur (Sumtim) – NTT hendaknya tak hanya mewaspadai penyebaran dan penularan Covid-19, karena bahaya DBD kini terus mengintai dan siap menebar ‘azab’ bagi mereka yang lengah. Perlu diingat, wilayah ini pernah mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD, dimana sebanyak 8 warga meninggal dunia.
“Kita selain harus tetap mewaspadai penularan dan sebaran Covid-19 tapi juga jangan sampai lupa akan ancaman DBD di depan mata. Bukan mustahil akan menjadi masalah serius jika tidak diantisipasi warga. Ingat tahun 2019 lalu, pernah terjadi KLB DBD, dimana 18 orang meninggal dunia,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sumba Timur, Chrisnawan T. Haryantana melalui Jonker Telnoni, Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) ketika dihubungi media ini via gawainya, Rabu (27/01) pagi lalu.
Pada tahun 2019 silam, demikian Jonker terjadi 895 kasus DBD dengan 18 diantaranya meninggal dunia. Kondisi itu membuat Sumtim menjadi Kabupaten dengan rasio kasus penyebaran dan kematian DBD tertinggi di NTT.
“Berkaca pada kejadian itu, pada tahun 2020 lalu, Pemkab dan seleuruh elemen secara bersama berupaya menekannya dan berhasil ditekan menjadi hanya 70 kasus. Dengan tidak adanya kematian atau kasus meninggal dunia,” ungkap Jonker.
“Saya kuatir jika sampai terlalu fokus pada Covid-19 membuat kita semua lengah pada bahaya DBD. Karena coba dibayangkan bagaiman jika sampai terjadi ledakan kasus DBD bersamaan dengan meluasnya kasus positif Covid-19, kita semua akan kelimpungan ditengah segala keterbasan,” tandas Jonker.
Di tahun 2021 ini, kata Jonker telah terjadi lima kasus DBD di Sumba Timur. Penerapan 3M yakni menguras secara berkala tempat penampungan air, menutup rapat-rapat tepat penampungan air, dan mengubur barang-barang yang bisa menampung air namun tidak terpakai lagi agar jangan dijadikan tempat bertumbuh dan berkembang biaknya nyamuk.
“Selain 3 M perlu kembali dilaksanakan minimal dirumah kita masing-masing untuk setiap hari Jumat memberantas sarang nyamuk seperti yang gencar dilakukan pada tahun 2020 lalu. Gunakan abate dan kelambu, dan jika ada gejala segera ke sarana kesehatan terdekat, jangan lambat. Tingginya kematian akibat DBD 2019 lalu karena warga lambat ke sarana kesehetan hingga lambat pula tertangani,” pungkas Jonker sembari menegaskan melakukan fogging (pengasapan) bukan menjadi solusi utama. (ion)