Penjelasan Umum UU Sumber Daya Air
Terbatasnya ketersediaan Sumber Daya Air pada satu sisi dan terjadinya peningkatan kebutuhan Air pada sisi lain menimbulkan persaingan antar pengguna Sumber Daya Air yang berdampak pada menguatnya nilai ekonomi Air. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah, dan berbagai pihak yang terkait dengan Sumber Daya Air. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang dapat memberikan pelindungan terhadap kepentingan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat. Oleh karena itu, penyediaan Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama di atas semua kebutuhan Air lainnya?
Keberadaan Air sebagai sumber kehidupan masyarakat, secara alamiah, bersifat dinamis dan mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administratif. Keberadaan Air mengikuti siklus hidrologi yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Hal tersebut menuntut Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan secara utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis Wilayah sungai.
Berdasarkan hal tersebut, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab Pengelolaan Sumber Daya Air oleh Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan Wilayah sungai. Untuk mencapai keterpaduan pengelolaan Sumber Daya Air, perlu disusun sebuah acuan bersama bagi para pemangku kepentingan dalam satu wilayah sungai yang berupa Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dengan prinsip keterpaduan antara Air Permukaan dan Air Tanah. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air tersebut disusun secara terkoordinasi antar instansi yang terkait.
Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip (a) tidak mengganggu, tidak mengesampingkan, dan tidak meniadakan hak rakyat atas Air; (b) pelindungan negara terhadap hak rakyat atas Air; (c) kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia; (d) pengawasan dan pengendalian oleh negara atas Air bersifat mutlak; (e) prioritas utama penggunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha diberikan kepada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa; dan (f) pemberian lzin Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha kepada pihak swasta dapat dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat setelah prinsip sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e dipenuhi dan masih terdapat ketersediaan Air.
Pembangunan Irigasi D.I Mata Ada indikasi KKN dan Privatisasi Air
Forum Peduli Pembangunan Sumba Timur menilai kebijakan pembangunan saat ini lari dari substansi dan manfaatnya. Pembangunan yang begitu masif namun tidak didukung dengan fungsi kontrol yang baik. Proses perencanaan pembangunan seharusnya memperhatikan sasaran pemanfaatan bukan sekedar dibangun saja.
Hasil pantauan FP2ST dalam kunjungan kerja komisi C dan Banggar DPRD bersama dinas teknis pekerjaan umum di lokasi Pembangunan irigasi D.I MATA di desa Wanga, kecamatan Umalulu, kabupaten Sumba Timur (rabu, 20/11/2019) banyak ditemukan fakta. Mulai dari perencanaan awal 2016 sampai pada proses pemanfaatannya selama 4 tahun yang belum juga dirasakan warga.
Setiap tahun anggaran dikucurkan untuk pembangunan irigasi di D.I MATA, namun sejak 2016-2019 masyarakat petani belum juga dapat memanfaatkan air yang berada di hulu. Di tahun 2016 kurang lebih dianggarkan Rp. 1.7 miliar, kemudian di tahun 2017 sebesar Rp. 1, 5 miliar, tahun 2018 pengerjaan tidak dianggarkan dan di tahun 2019 senilai Rp. 1 miliar, kemudian yang terakhir di tahun 2020 direncanakan akan dianggarkan lagi sekitar Rp.1 miliar. Lalu mengapa manfaatnya belum dirasakan warga ?
Hasil investigasi lapangan FP2ST ditemukan juga ada indikasi kuat saat proses perencanaan yang tidak sesuai dengan standar perencanaan pembangunan yang benar, semisalnya saluran irigasi untuk petani elevasinya tidak diperhitungkan, secara awam air akan mengalir dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah. Dalam investigasi FP2ST ini asal dikerjakan untuk menutupi privatisasi air oleh perusahaan tebu, padahal di bagian hilir ada sekitar 200 Ha lahan sawah petani yang harus mendapatkan air.
Sejak awal proyek pembangunan irigasi ini sebenarnya sudah menyalahi aturan main, namun tetap dipaksakan untuk dikerjakan. Hampir 5 miliar anggaran yang sudah digelontorkan namun fakta saat ini masyarakat belum mendapatkan manfaat. Ini seharusnya menjadi perhatian serius lembaga penegak hukum bersama DPRD untuk mengusut tuntas kerugian yang ada.
Lebih jauh FP2ST melihat berdasarkan data di lapangan bahwa bukan saja perencanaan pembangunan yang salah namun disisi lain ada pula upaya terselubung privatisasi air yang dilakukan oleh perusahaan tebu milik PT. Muria Sumba Manis. Ada keterkaitan atau bisa diasumsikan sebagai skandal pembangunan air untuk semata-mata kepentingan perusahaan.
Pada tahun 2016 -2019 FP2ST melakukan investigasi mendalam terkait hadirnya perusahaan tebu di Sumba Timur. Kekhawatiran ini tampak sangat kasat mata bahwa privatisasi air yang dilakukan perusahaan sebenarnya sudah berlangsung lama dan sistematis seperti penjelasan awal di mana ada kongkalikong dengan perencanaan pembangunan irigasi.
Ditemukan juga fakta bahwa bahwa di sekitar pembangunan irigasi terdapat juga reservoir dan mesin pompa air perusahaan, ada dua mesin di mana setiap enam jam mesin pompa bergantian memompa air untuk menyuplai kebutuhan perkebunan tebu. Jadi bila dipadukan maka 24 jam air disedot ke embung-embung perusahaan. Lalu bagaimana distribusi air ke lahan warga petani ?
Rekomendasi
Catatan kritis ini semoga menjadi rekomendasi kepada pemerintah dan DPRD kabupaten Sumba Timur untuk lebih kritis melihat persoalan yang ada. Tata kelola sumber daya air harus bermanfaat bagi masyarakat. Bukan saja semata untuk kepentingan perusahaan lalu mengabaikan pengurangan yang ideal. Perencanaan harus benar-benar mengedepankan pada asas manfaatnya sehingga setiap anggaran pembangunan dan hasilnya benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat.
Kemudian FP2ST juga meminta DPRD membentuk panitia khusus (PANSUS) bersama tim teknis independen untuk melakukan investigasi mendalam terkait perencanaan pembangunan yang dan privatisasi air yang terjadi. Lembaga penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian harus juga bersama-sama melakukan pengawasan dan investigasi bersama DPRD. Poinnya adalah seluruh pembangunan di Sumba Timur ini dihasilkan dari pajak rakyat, oleh karena itu rakyat harus manfaat dari adanya pembangunan.
Deddy Febrianto Holo, Kordinator FP2ST