Esok Temanku Akan Diwisuda, Aku???

oleh
oleh
Rudiyanto Taka Njanji

Akhir-akhir ini aroma kue Natal mulai tercium, suara hati hingga perbincangan dari rekan-rekan mahasiswa mulai lamat-lamat hingga riuh terdengar. Realita ini seiring dengan naik daunnya ritual ini (wisuda). Semakin banyak foto yang diunggah kemedia sosial, menggambarkan momen sesaat setelah sidang skripsi yang familiar dengan sebutan yudisium.

Adalah ‘Tiri’, seorang mahasiswa dalam cerita dongeng ini yang baru saja keluar sidang yang terhormat, langsung saja disambut oleh rekan-rekan pendukungnya untuk mengabadikan momen bersama dengan selempang bertuliskan nama dan gelar baru sarjananya, lengkap dengan boneka bunga, dan balon-balon berbentuk huruf yang menunjukan gelar akademik yang (segera) disandangnya. Bisnis selempang wisuda dan aksesoris perayaan lainya maju pesat bukan hanya pada akhir semester atau wisuda, namum bisa kapan saja saat jadwal sidang tiba.

Jika seorang mahasiswa sudah menjalani pendidikan perguruan tinggi beberapa tahun, satu pertanyaan yang tidak pernah tinggal dari orang-orang adalah, KAPAN WISUDA? Wisuda adalah momen yang ditunggu oleh para mahasiswa akhir semester yang sudah menyelesakan tugas akhir kuliahnya (skripsi) dan pastinya orang tua merasa bahagia. Wisuda menjadi ajang piknik buat keluarga maupun orang tua dari para wisudawan untuk berfoto-foto di sekeliling kampus. Wisuda juga menjadi gerbang berakhirnya masa studi, sekaligus gerbang memasuki dunia kerja yang lebih keras.

Baca Juga:  Apresiasi Untuk Sang ‘Maestro’ Frans W. Hebi: Trotoar Karinding - Andaluri & ‘Ensiklopedia Bernadi’

Wisuda juga menjadi simbol keberhasilan para mahasiswa setelah bergelut dengan skripsi dan tugasnya. Orang tua dan keluarga menjadi bangga saat anaknya mampu menyelesaikan perkuliahan hingga wisuda.

Berbeda dalam sebuah dongeng ini yang menceritakan kisah dan suara hati dari seorang Tiri yang sudah beberapa tahun menjalani pendidikan dan bahkan sudah menyelesaikan tugas akhirnya (skripsi) dan juga sudah lulus dalam sidang skripsi yang terhormat (yudisium) di sebuah perguruan tinggi swasta yang berada di daerahnya tetapi dari pihak kampus (ayahanda, bagian akademik) tidak mengijinkan dia untuk wisuda dan bahkan beberapa teman lain juga, dengan alasan belum melengkapi persyaratan wisuda, seperti mengumpulkan buku, mengumpulkan skripsi lengkap, dan bertentangan dengan keputusan Kopertis, tidak ada persyaratan seperti itu dan yang mengikuti wisuda itu yaitu mahasiswa yang lulus sidang skripsi (yudisium).

Baca Juga:  Siswa Tidak Sarapan, Tantangan Besar Pendidikan Dasar di Sumba Tengah

Kisah perjalanan kuliahnya Tiri memang memprihatinkan, ia lahir dari keluarga yang memang kondisi ekonominya yang kategori miskin, ia tinggal di kos. Setiap bulan ia mendapat kiriman dari orang tua untuk membayar biaya kuliah, biaya kos, dan juga biaya hidupnya selama menjalani perkuliahan. Kadan ia makan dengan jilat garam sambil menitihkan air mata.

Setiap harinya ia terus belajar untuk cepat menyelesaikan pendidikannya untuk segera terjun dalam duni kerja agar dapat memperbaiki ekonomi keluarga. Ia pun merupakan anak kebanggan dari keluarga dan juga merupakan tulang punggung keluarga.

Sungguh miris nasib si Tiri bersama rekan-rekannya yang sudah tidak berstatus mahasiswa lagi tapi tidak wisuda, jadi statusnya digantung. Bagaimana bisa terjun ke dunia kerja kalau belum wisuda, sedangkan perysaratan dalam dunia kerja itu ialah memiliki ijazah dan sudah wisuda.

Oooo… ayahanda (ayahanda akademik) tercinta, bagaimana nasib anakmu yang kau gantungin statusnya, dan dengan seenaknya ayah membohongi anakmu sendiri, dikemanakan nasibnya, esok atau lusa ia mau bekerja tapi terbangkali dengan persyaratan yang dibuat oleh ayah.

Baca Juga:  Berkaca dari Korupsi di Dinas Pendidikan Sumba Timur & Peran Generasi Muda dalam Pemberantasan Korupsi

Ayahanda, kami mengharapkan ayahanda tidak lagi membongi kami dan kami tunggu kapan ayahanda sadar bahwa kami membutuhkan semuanya agara kami bisa beranjak dari dunia pendidikan dan kami boleh terjun ke dunia kerja.

Dan semoga di dunia nyata tidak lagi ada kejadian miris yang sama sama dalam dunia dongeng, dan juga tidak terjada lagi nasib yang sama untuk mahasiswa yang masih mengeyam pendidikan dan kami mengharapkan tahun depan tidak terjadi lagi hal yang sama yaitu yang tidak mengijinkan mahasiswa wisuda dengan aturan yang dibuat-buat.

“Jadikanlah diriku sebagai kesaksian, bahwa perjuangan dalam dunia pendidikan sangatlah berharga karena tidak semua orang dapat mengenyang pendidikan di perguruan tinggi.”

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat sesuatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.[*]

Penulis: Rudiyanto Taka Njanji (Mahasiswa Unwina)

Komentar