Waingapu.Com – Masyarakat adat Umalulu-Wanga-Patawang, Senin (28/01) siang kemarin, bersama Haris Azhar, selaku pegiat HAM dan pimpinan Lokataru Foundation ‘menggeruduk’ Kantor Bupati Sumba Timur (Sumtim), NTT. Kedatangan puluhan massa dan Haris itu guna meminta klarifikasi Gidion Mbiliyora, selaku Bupati yang menyatakan bahwa tanah yang kini menjadi sengketa antara PT. Muria Sumba Manis (MSM) dan Pemkab Sumtim versus Masyarakat Adat Umalulu-Wanga-Patawang, sejak diciptakan tidak ada pemiliknya dan bukan lahan produktif.
“Ini agenda jalan-jalan saja, agenda jalan sehat perwakilan kabihu atau marga dari masyarakat Umalulu, Wanga dan Patawang. Ini juga terkait dengan statement Bupati pada 19 November lalu yang menyatakan lewat media lokal bahwa tanah di Umalulu, Wanga dan Patawang itu pemberian Tuhan dan tidak ada yang miliki dan tidak ada yang gunakan, kurang lebih seperti itu. Jadi kami datang ke sini untuk pertanyakan itu dan meminta Bupati untuk mencabut pernyataan itu. Karena kalau tidak, itu artinya Bupati tidak mengakui keberadaan orang-orang ini dan kegiatan yang selama ini mereka lakukan di atas tanah itu seperti berternak dan aktivitas lainnya seperti ritual aliran Marapu, juga berkebun,” urai Haris pada sejumlah wartawan yang meminta penjelasan lebih jauh sehubungan dengan kedatangannya bersama massa kala itu.
Yang mengejutkan dalam penjelasannya kala itu, Haris mengungkapkan ijin usaha PT. MSM bodong. Padahal dalam realita selama ini, kawasan usahaa investasi perkebunan tebu PT. MSM sudah beberapa kali didatangi oleh para pejabat baik itu tingkat pusat maupun daerah.
“MSM ini milik Djarum Group yang berupaya menguasai lahan-lahan masyarakat adat secara ilegal. Kami sudah kantongi semua bukti-bukti bahwa ijin usaha PT. MSM itu bodong. Itu hanya 19 ribu dan itupun ijinnya belum keluar dari BPM tapi dilokasi mereka telah duduki lebih dari 70 ribu hektar. Dan mereka telah merusakan DAS, hutan dan juga tanaman-tanaman lain semisal bahan baku pewarna kain. Selain itu ada pula yang dikriminalkan, dan rusaknya situs dan tempat ritual adat juga padang penggembalaan, semuanya atas nama investasi,” tandasnya.
Hanya sayangnya, demikian lanjut Haris, meski telah melakukan kegiatan illegal, namun PT. MSM tidak pernah dikenai tindakan oleh penegak hukum. Hal itu oleh terjadi, kata Haris karena instansi yang mestinya menegakan aturan telah berkomplot dengan PT. MSM.
“Ini baru titik awal, kita masih banyak lagi kejutan-kejutan lainnya ke depannya dalam ruang advokasi pembelaan hak-hak masyarakat adat di Sumba Timur,” pungkas Haris.
Sebelumnya, pihak Pemkab. Sumtim sejatinya sudah mau bertemu dan menerima kedatangan Haris dan Masyarakat adat dimaksud. Bahkan siap diterima langsung oleh Wakil Bupati, Umbu Lili Pekuwali, karena Bupati sedang berada dinas luar daerah. Sayangnya, niat itu bertepuk sebelah tangan, karena Haris dan massa hanya ingin bertemu langsung dengan Bupati, sebagai pihak yang mengeluarkan pernyataan.
Dihubungi beberapa saat kemudian, Wakil Bupati yang kala itu diruang kerjanya sedang menerima Asisten II (dua) Setda, Sumtim, Umbu Maramba Memang, menjelaskan lewat WA, pada prinsipnya dirinya siap untuk menerima kedatangan dan mendengar aspirasi maupun pendapat yang akan dikemukakan oleh Haris dan juga perwakilan masyarakat adat.(ion)