Cerita atau kisah tentang Samuel Rangga Boro, belum juga berakhir. Hingga kini masih banyak warga yang memperbincangkannya baik dalam diskusi lepas di dunia nyata, maupun ‘diskusi daring’ media sosial (medsos). Untuk mengetahui lebih pasti dan jelas sosok Samuel, hingga bisa menjadi sosok yang mengemuka hampir sepekan terakhir, media ini bersama rekan jurnalis lainnya melakukan trip ke Sumba Barat Daya (SBD). Bertemu dan bisa berbincang langsung dengan Samuel adalah harapan yang diusung oleh para pewarta, untuk selanjutnya bisa dibagikan kepada khalayak sebagai bahan informasi berdasarkan realita yang didapatkan dengan seluruh indera yang berupaya dioptimalkan fungsinya.
Sabtu (31/05) sekira pukul 09:00 WITA, selepas mandi dan mempersiapkan aneka ‘Senjata’ yang diperlukan oleh seorang pewarta, dari kamar 14 Hotel Sinar Tambolaka, yang kala itu sepi, karena imbas dari pandemi corona juga tentunya. Kami bergerak menuju rumah jabatan Bupati SBD. Di sana, menurut informasi rekan Siti A. Wungo, jurnalis VIVA Group, kami telah ditunggu oleh Bupati. Informasi itu kata Siti, diperolehnya dari Kadis Infokom setempat.
Singkat kata, kami akhirnya berhasil bertemu dengan Kornelius Kodi Mete, Bupati setempat, yang walau dalam penuh kewaspadaan tetap meluangkan waktunya untuk diwawancarai kami. Waspadanya figur nomer satu di SBD itu merupakan hal yang wajar ditengah pandemi Corona. Pasalnya kami datang dari Kabupaten Sumba Timur, yang masih terkategori merah, sehubungan dengan masih adanya tujuh warganya yang diruang isolasi RSUD URM, karena terkonfirmasi terpapar Covid-19.
Menanggapi kisah Samuel Rangga Boro, yang kemudian viral videonya, pasca didatangi ribuan warga, Kodi Mete mengawalinya dengan berseloroh namun punya makna dalam dibaliknya.
“Itulah hebatnya orang Sumba Barat Daya, dalam kondisi seperti ini dia bisa mengkhayalkan sesuatu, dia tidak merugikan orang banyak tapi mendatangkan keuntungan bagi dia. Ditengah orang takut sama corona, dia katakan atas dasar wahyu, dan wahyu itu hanya pesan sederhana saja, bahwa hanya air, winston, garam dan gula, dia sebutkan bisa sembuhkan atau tangkal corona serta aneka penyakit, jika semua bahan itu di combine,” ungkapnya. Tak sampai disitu, dia juga menegaskan Kampung Galuwiyo, Kecamatan Kodi adalah daerah kelahirannya. “Saya lahir di sana,’ timpalnya.
Kodi Mete juga jujur mengakui, realita Samuel Rangga Boro plus banyaknya warga yang datang dan menyakini prakteknya, adalah sebuah bentuk ketidakcerdasan warganya.
“Memang kita lagi mencari obat corona, bahkan dunia mencarinya. Saya tidak marah dengan kondisi yang terjadi di sana. Tapi itulah tanda-tanda ketidakcerdasan masyarakat. Kalau saya orang ilmiah, saya katakan itu tidak betul dan saya tidak percayai itu semua. Tapi kalau benar itu wahyu, itu urusan dia dengan Tuhan,” tandasnya.
Ditanya tentang praktek yang dilakukan Samiuel, berpotensi untuk diabaikan protap kesehatan yang selalu digaungkan oleh Pemkab. SBD untuk dijalankan warganya, Kornelius tidak menampiknya. Menurutnya, pemerintah dalam hal inilembaga atau individu terkait telah turun ke lokasi dan terus memberikan himbauan dan arahan ke warga untuk menjalankan protap kesehatan seperti menjaga jarak, cuci tangan dan menggunakan masker. “Petugas akan terus memantau dan menjelaskan tentang Protap. Tapikan dia punya pendapat itu obatnya. Ini orang kalau kita keras bisa terjadi benturan sosial, karena warga datang dengan keyakinan akan sembuh. Dan jika sembuh dan aman dari corona, ngapain lagi pakai masker,” ungkapnya.
Siapapun dia kata Kodi Mete, baik itu figur maupun lembaga yang bisa memberikan penjelasan kepada warga, termasuk didalamnya unsur media, bisa secara tuntas memberikan pemahaman. “Jadi boleh dimuat, disebarluaskan tentang fenomena itu. Tapi terakhir disebutkan dan dinyatakan bahwa hal itu imposible,” tegasnya.
Sampai pada pertanyaan pewarta, apakah diperkenankan Samuel Rangga Boro dibawa ke Waingapu, untuk mencoba ramuan racikannhya bagi warga yang kini masih dinyatakan positif Covid-19? Kodi Mete mempersalakannya. Hanya saja katanya, Samuel justru enggan lakukan itu dan justru menyalahi ketentuan.
“Sayapun berpikir kalau boleh tantang dia, bawa dia dekat dengan orang yang positif corona. Tapi itu justru melanggar, karena kita justru tidak boleh tertular, atau masuk ke ruang isolasi selain petugas medis. Jadi susah juga, mau bawa ke Waingapu, bisa saja tapi nggak mungkin mau juga dia. Atau kita cari bentuk lain saja untuk menguji dia dan ramuannya,” jelas Kodi Mete.
Sosok yang pernah menjabat Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTT itu, juga tidak menampik informasi bahwasanya Samuel miliki 12 orang pengikut atau murid. “Nah itu dia, celakanya dia punya duabelas murid. Sekilas itu langsung membuat saya melihat bahwa ke kedua belas orang itu sama gilanya dengan dia,” tandas Kodi Mete dari balik masker yang terus dipakainya saat itu.
Seusai perbincangan itu, kami pamit dan melanjutkan perjalanan kami ke Kampung Galuwiyo, Desa Tanjung Karoso, Kecamatan Kodi. Samuel Rangga Boro adalah sosok sentral yang kami tuju. Dan pada akhirnya berhasil menemukannya untuk diwawancarai, tentunya dengan bantuan penerjemah. Masih tersisa dalam ingatan, penjelasan Samuel dan sejumlah muridnya, perihal ‘bahan baku’ yang digunakan untuk meracik ramuannya yang lagi-lagi didapatnya karena pentunjuk Ilahi.
Dijelaskan saat itu, gula adalah elemen untuk mengembalikan tenaga atau energi, garam juga demikian plus untuk menghilangkan batuk dan gangguan tenggorokan. Permen winston(sejenis permen rasa mint/ menthol) untuk melegakan tenggorokan dan nafas. Lantas air mineral? Samuel dan muridnya punya dalil dibaliknya yakni air mineral selain bersih dan segar, juga untuk mengantarkan seluruh ramuan mengikuti aliran darah ke seluruh organ tubuh.
Mengkonsumsi ramuan racikan Samuel pasca didoakan, ternyata juga tidak sembarangan. Karena ada dosis atau takarannya. Yang buat terhenyak, sosok yang disebutkan buta aksara itu dengan detil menjelaskan dan memberi contoh takaran. Ramuannya bisa digunakan untuk tiga kategori usia. Mulai dari bayi usia 0 (nol) hingga 5 bulan, anak-anak hingga 12 tahun, dan selanjutnya untuk kategori usai diatasnya hingga dewasa.
Penulis sejenak mencubit lengan sendiri dan bahkan menyentuhkan ujung puntung rokok ke ujung jempol kaki, guna memastikan ini mimpi atau realita? Yang pasti, oleh-oleh dari Kodi ini kemudian ‘tuntas’ dibagikan kini, tentunya dengan plus dan minusnya. Salam Sumba Humba, salam PLUR. (Dion Umbu Ana Lodu)