Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan instrumen utama dalam mewujudkan demokrasi prosedural dan memilih pemimpin serta wakil rakyat yang berkualitas dan berintegritas. Di Indonesia, setelah jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1999, Pemilu telah dilaksanakan secara rutin dan relatif demokratis. Meskipun demikian, masih terdapat tantangan struktural dan kultural yang perlu diatasi untuk meningkatkan kualitas pemilu, terutama dalam rangka mempersiapkan pesta demokrasi pada tahun 2024 dan juga untuk lebih memperdalam kualitas demokrasi yang bersifat substansial di Indonesia.
Dalam konteks ini, kualitas media memiliki peran penting menjadi wahana untuk memfasilitasi Pemilu yang berkualitas dan tentu untuk menjaga kesehatan demokrasi di Indonesia. Namun demikian, media juga dapat menjadi ancaman jika tidak dikelola dengan baik, tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak akuntabel dan kredibel.
Samuel Huntington (1991) berpendapat bahwa Pemilu yang berjalan lancar dan berkelanjutan dapat mendorong konsolidasi demokrasi yang lebih baik. Tentu, upaya dan kontribusi semua pihak yang sangat dibutuhkan dalam proses ini. Politik adalah kerja bersama melawan tendensi status quo. Di Indonesia, Pemilu yang telah dilaksanakan secara rutin dan relatif demokratis sejak tahun 1999 telah memberikan kesempatan kepada semua kalangan untuk menjadi elit politik dan pemimpin yang dapat terlibat dalam merancang kebijakan politik yang bermanfaat bagi rakyat dan generasi milenial (gen z), baik di level lokal maupun nasional.
Sebagai contoh, Jokowi, seorang tokoh populis yang dianggap sebagai representasi orang biasa, berhasil meraih dukungan yang luas menjadi Presiden Indonesia melalui proses Pemilu pada tahun 2014 (Wibowo, YA, 2021). Siapa pun bisa dan memiliki hak menjadi pemimpin dan pengambil kebijakan di negeri ini. Pemilu 2024 pun tentu masih diharapkan mampu melahirkan tokoh dan pemimpin baru yang dapat berpikir jauh dan jernih untuk membangun peradaban besar negeri ini dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju demi menuju Indonesia Maju.
Namun, saat ini masih terdapat beberapa tantangan besar yang perlu diatasi dalam menyambut pemilu 2024 dan memperdalam kualitas demokrasi di Indonesia. Terlihat adanya stagnasi partai politik yang cenderung memperlihatkan politik kartel hanya berdagang kepentingan dan merugikan masyarakat. Sementara, aturan hukum yang ada cenderung mudah diterabas oleh kepentingan elit dan partai politik. Juga terlihat masyarakat sipil masih cenderung lemah dalam membangun gerakan sosial karena dikerdilkan di berbagai sektor dan wilayah. Hal ini akhirnya berdampak kepada kurangnya edukasi politik yang membuat masyarakat tidak memiliki ideologi dan inisiatif politik yang kuat (Noor, 2023).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa menurut paham kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi. Menurut Aziz (2022), institusi ekonomi politik dan modal sosial juga tampak rentan. Tantangan-tantangan ini seringkali berakar pada kekuatan oligarki politik yang tumbuh subur pasca jatuhnya rezim Suharto, termasuk hingga tingkat lokal. Kekuatan predator ini melumpuhkan institusi politik demokratis hingga level terkecil dan berdampak kepada lahirnya demokrasi kriminal di negeri ini (Winters, 2011; Hadiz dan Robison, 2013). Oligarki politik ini menghambat potensi perubahan-perubahan besar di negeri ini dan juga berkontribusi secara akumulatif terhadap ketimpangan ekonomi yang ekstrem di Indonesia (Hadiz dan Robison, 2013; Winters, 2011; Oxfam, 2017). Bahkan, menurut Bank Dunia (2023), Indonesia tercatat masih memiliki kemiskinan absolut hingga 40 persen saat ini.
Perspektif teori yang dikemukakan oleh Syobah (2012) menekankan peran penting media dalam demokratisasi politik. Media memiliki peran sentral dan integral sebagai bagian dari masyarakat sipil yang dapat mendorong demokratisasi politik yang lebih baik. Media yang akuntabel berperan dalam membangun opini publik yang sehat, mendorong partisipasi pemilih, dan membantu penyelenggara pemilu dalam membentuk opini yang terpercaya terkait pentingnya pemilu. Media juga dapat mengkontruksi wacana tentang perlunya melawan tendensi oligarki politik dan pentingnya membangun pemerintahan demokratis yang bisa menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.
Menurut Kraus dan Davis (1959) dalam bukunya The Effects of Mass Communication on Political Behaviour, menjelaskan bahwa media adalah kekuatan dan senjata untuk terciptanya opini publik yang berperan penting dalam mempengaruhi khalayak atau masyarakat. Tetapi, media juga memiliki potensi menjadi ancaman bagi pemilu dan demokrasi jika tidak dikelola dengan baik dan tidak akuntabel (Slater, 2004). Ketika media terjebak dalam kendali konglomerasi media, mereka dapat menjadi alat bisnis yang hanya melayani kepentingan politik elit saja (Lim, 2012). Hal ini juga berlaku untuk media sosial, di mana penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab, termasuk propaganda, hoaks, dan misinformasi, dapat merusak proses pemilu dan pertumbuhan demokrasi. Bahkan sejak 2019 ini, kecenderungan meningkatnya manipulasi opini dan propaganda elit terjadi di ruang siber kita (Sastramidjaja dan Wijayanto, 2022). Media sosial sangat berperan tersebarnya informasi yang tidak benar (Sinpeng dan Tapsell, 2021).
Walhasil, perkembangan media dan teknologi informasi membawa dampak signifikan di Indonesia. Pertumbuhan media digital dan platform media sosial di satu sisi memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang pemilu dan partisipasi politik. Namun, di sisi lain hal ini juga membawa tantangan baru, terutama dalam menghadapi penyebaran informasi yang tidak benar atau manipulatif (Masduki, 2021).
Tantangan lain yang dihadapi oleh media adalah masalah independensi. Riset yang telah dilakukan oleh Remotivi (2014) menunjukkan bahwa banyak media massa terutama TV terjebak dalam ketergantungan pada kepentingan bisnis dan politik sehingga mengorbankan independensi mereka. Keberadaan konglomerasi dan oligarki media yang memiliki kepentingan politik dapat menghambat peran media sebagai pengawas demokrasi dan hanya menyuarakan kepentingan elit oligarki (Heryanto dan Hadiz, 2005).
Masa depan politik di Indonesia tentu sangat dipengaruhi oleh kualitas pemilu, kredibilitas media, dan kedalaman demokrasi di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas pemilu, media dan demokratisasi di Indonesia, diperlukan beberapa langkah strategis. Pertama, partisipasi aktif masyarakat dalam Pemilu secara keseluruhan harus terus didorong. Masyarakat perlu menyadari pentingnya peran mereka dalam membentuk masa depan negara ini dan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan politik yang cerdas dan tepat.
Kedua, perlu dilakukan reformasi dan demokratisasi media tanpa henti yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan independensi media. Dukungan terhadap media yang terpercaya harus menjadi prioritas dalam upaya membangun demokrasi yang kuat. Ini termasuk melibatkan wartawan bekerja secara sinergis dengan penyelenggara pemilu dan tokoh-tokoh politik yang berintegritas untuk menyajikan informasi yang kredibel dan menampilkan figur pemimpin yang dapat dijadikan teladan di negeri ini.
Ketiga, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas partai politik melalui perbaikan internal, perbaikan perangkat hukum, dan edukasi politik yang lebih baik. Hal ini akan membantu mengurangi pengaruh oligarki politik dan memperkuat partisipasi politik yang lebih sehat.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks politik modern, media tidak hanya menjadi bagian integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam politik. Rancangan kebijakan harus disebarluaskan agar masyarakat mengetahui dan ikut mendiskusikannya dalam berbagai bentuk forum diskusi publik. Tuntutan atau aspirasi msyarakat yang beraneka ragam harus diartikulasikan. Semuanya membutuhkan saluran atau media untuk menyampaikannya.
Media merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan seperti ini. Hal tersebut dikarenakan sifat media yang dapat mengangkat pesan (informasi dan pencitraan) secara masif dan menjangkau masyarakat atau publik yang beragam, jauh, dan terpencar luas. Pesan politik melalui media akan sangat kuat mempengaruhi perilaku politik masyarakat. Pentingnya perilaku politik dalam menunjang keberhasilan pembangunan politik tampak dari perhatian ilmuwan politik yang tetap besar terhadap masalah ini. Asumsi umum menunjukkan bahwa demokrasi dapat dipelihara dan dipertahankan karena terdapat partisipasi warga negara yang aktif dalam urusan kewarganegaraan. Partisipasi aktif mereka dalam kehidupan politik tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan informasi, dan saluran atau media yang paling efektif untuk penyebaran informasi adalah media. [*]
Penulis: Umbu Renggang Marambajawa (Ketua PPK Kecamatan Kanatang, Kabupaten Sumba Timur (2023) Pemilu 2024)