PERDA Perlindungan Masyarakat Adat, Ancaman Untuk Investasi MSM & Investor Lainnya?

oleh
oleh
Masyarakat Adat

Waingapu.Com – Masyarakat adat di negeri yang sejak silam dikenal dengan sebutan Nusantara ini, sejatinya sudah ada sebelum spirit kebangsaan dan nasionalisme mengental. Sudah ada sebelum Proklamator mengumandangkan Kemerdekaan NKRI. Namun tak bisa dipungkiri, keberadaan masyarakat adat acap kali eksistensinya ditepikan oleh elemen lainnya atas nama modernisasi, globalisasi dan juga kuatnya tekanan kapitalisme dan juga cengkeraman investasi. Hal itu juga tak bisa disangkali dan dicermati beragam kalangan terjadi di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT. Karena itu Peraturan Daerah (PERDA) yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, adalah hal urgent dan mendesak keberadaan plus penegakannya.

Produk Perda

Terkait dengan kecemasan, kekuatiran dan boleh jadi propaganda yang menyatakan bahwa PERDA tentang masyarakat adat itu nantinya bisa menjadi sandungan, bahkan tembok tinggi yang sulit ‘dikangkangi’ oleh pelaku investasi dan para pemilik modal yang nilainya bahkan sulit terucap nominalnya itu, sepenuhnya disadari oleh para pemerhati dan aktivis penegakan hak – hak masyarakat adat. Kepastian bahwa perjuangan masyarakat adat di Sumtim untuk dihargai dan dilindungi keberadaannya, juga advokasi yang diberikan oleh pegiat HAM, aktivis lingkungan dan pemerhati hak-hak ulayat masyarakat adat bukan untuk menolak spirit investasi yang berbingkai perluasan peluang kerja dan peningkatan ekonomi rakyat. Perjuangan pembentukan Perda ini esensinya adalah untuk pembangunan yang lebih berkeadilan dan tidak mencederai adat dan tradisi yang dipercaya dan dijalankan oleh masyarakat adat.

Baca Juga:  Di Kabupaten Sumba Timur, Surat Suara Tiba Saat ‘Injury Time’
Deby Rambu Kasuatu

“Prinsipnya masyarakat adat, termasuk di dalamnya AMAN, UNKRISWINA, Yayasan Satu Visi, Koppesda, Pelita Sumba dan Stimulant Institute yang tergabung dalam koalisi peduli hak – hak masyarakat adat hanya menyediakan jalan karena konstitusi di atas Perda telah mengatur dan bahkan memberikan solusi. Diharapkan Perda nanti bisa merehabilitasi hubungan antara masyarakat adat denganpmerintah juga elemen lainnya, termasuk didalamnya investor. Jadi apa yang kami laksanakan saat ini bukan karena kami menolak atau kontra dengan MSM, tidak sesederhana dan sebatas itu saja,” urai Deby Rambu Kasuatu, Ketua BPH Alinasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sumba dan Koordinator Koalisi Peduli Untuk Hak Masyarakat Adat (KPUHMA) Sumba, kepada wartawan, Rabu (16/10) siang lalu di Balkon Aula Hotel Cendana, Kelurahan Kambadjawa, Kota Waingapu.

Lebih jauh Debby yang ditemui disela-sela lokakarya dan seminar Desiminasi Draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di kabupaten Sumtim itu menjabarkan, Masyarakat Adat saat mengklaim wilayah adatnya, mereka dituntut untuk menunjukan bukti – bukti. Hal itu hanya bisa terjadi, atau tercukupinya bukti-bukti itu, demikian kata dia hanya bisa jika ada pengakuan.

Baca Juga:  Warga & Buruh PT. MSM Gelar Demo Dukung Investasi & Kecam LSM

“Pengakuan itu jika merujuk pada undang-undang dan ketentuan yang telah ada merekomendasikan adanya peraturan daerah di tingkat Propinsi bahkan kabupaten, dan itu kami perjuangkan bersama untuk segera adanya Perda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Dan kami harapkan di tahun 2020 mendatang, akan menjadi inisiatif dewan dan menjadi Prolegda priorita stahun 2020 nanti,” jabar Deby.

Perda itu pula demikian Deby menambahkan, juga bukan untuk menghambat investasi dan juga melanggengkan feodalisme. Tetapi esensinya adalah tentang distribusi keadilan terhadap masyarakat adat. Juga bisa mendorong pemerintah daerah untuk lebih kreatif dalam menyusun dan mengembangkan program – program yang berkeadilan bagi seluruh rakyat dan tentunya bagi masyarakat adat juga.

Umbu Na Hapu

Tidak adanya PERRDA selain bisa berpotensi kian panjangnya konflik horizontal dan bahkan vertikal antara masyarakat adat dengan pemerintah dan juga elemen lainnya dimasyarakat. Hal itu diakui dinyatakan oleh Umbu Na Hapu, tokoh adat asal desa Maubokul, Kecamatan Pandawai. “ Kami akan tetap berjuang dan terus mendorong untuk tuntas dan ditetapkannya PERDA tentang perlindungan dan pengakuan masyaerakat adat ini. Kami pastikan akan bersuara secara berjenjang, mulai dari sini dan juga bahkan sampai di pusat, jika hak-hak kami masyarakat adat tidak diatur dalam PERDA, tandas Umbu Nai Hapu, kepada wartawan yang menemuinya dalam waktu terpisah namun dalam moment yang sama.

Baca Juga:  Ini Kata Sekda Sumba Timur dan Dandim 1601 Terkait Kebersihan Pasar Inpres Matawai

Adapun spirit perjuangan dan aspirasi untuk diakui dan dilindungi keberadaannya, telah beberapa kali dilakukan oleh warga yang tergabung dalam sejumlah koalisi dan aliansi. Semuanya satu suara dalam hal pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan juga hak – hak ulayat yang mereka klaim. Aksi dalam bentuk surat dan seruan hingga demonstasi telah beberapa kali digelar, dan kian masif sejak keberadaan investasi perkebunan monokultur milik PT. Muria Sumba Manis (MSM). Perjuangan dan penyampaian aspirasi itu juga didukung sejumlah LSM dan aktivis pemerhati HAM dan lingkungan (ion-ped)

Komentar