Sampaikan Delapan Tuntutan, FP2ST Kutuk Keras Pelanggaran HAM di Sumba

oleh
oleh
Demo HAN

Waingapu.Com- Forum Peduli Pembangunan Sumba Timur (FP2ST) dalam menyambut hari Hak AsasiManusia (HAM) Sedunia, yang jatuh setiap tanggal 10 Desember, menyampaikan delapan butir tuntutan. Tak hanya itu, FP2ST juga mengutuk keras pelanggaran HAM di Pulau Sumba.

Dalam rilisnya yang diterima wartawan media ini, Selasa (11/12) siang lalu, FP2ST juga memaparkan seputar aksi damai masyarakat dihari dan tanggal yang sama, sejatinya merupakan bagian dari upaya mendorong dan mendukung negara dan lembaga penegakhukum dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk secara serius dan tegas menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia khususnya di NTT (Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya).

Demo HAN

Bentuk upaya dan dukungan itu kemudian dituangkan dalam delapan butir tuntutan FP2ST Kupang yakni Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/kota, DPRD dan Kepolisian RI untuk :

1.Mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat (Poro Duka) di Sumba Barat – NTT

2.Meminta pihak kepolisian untuk bertangungjawab terhadap kasus penembakan masyarakat sipil di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.

3.Hentikan segala tindakan kekerasan dan itimidasi terhadap masyarakat sipil di pulau Sumba – NTT

4.Meminta Kapolri untuk secara serius menyelesaikan penegakan hukum terkait persoalan HAM di pulau Sumba – NTT.

Baca Juga:  Ketiadaan Bidan, Persalinan Warga Perbatasan RI – Australia Andalkan Dukun

5.Meminta DPRD untuk segera membentuk pansus dan melakukan investigasi terkait pelanggaran HAM di Sumba.

6.Publik meminta kepastian hukum pelaku pelanggaran HAM berat di Pulau Sumba -NTT

7.Meminta Bupati Se – Sumba untuk serius menerapkan kebijakan pembangunan yang berbasis HAM, melindungi masyarakat dan wilayah kelolanya.

8.Tangkap dan adili pelaku pembunuhan Margareta Wada Padda di Sumba Barat Daya

Adapun delapan butir tuntutan ini, sebagaimana dijabarkan dalam pers rilis yang dikirimkan oleh Deddy F. Holo, Koordinator FP2ST Kupang selaku nara hubung adalah berdasarkan realita yang mereka amati. Yang mana menurut FP2ST persoalanHAM di pulau Sumba dewasa ini marak terjadi.

Diuraikan FP2ST, dari hasil investigasinya ditemukan fakta bahwa sebagian pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh lembaga penegak hukum (Oknum kepolisian) salah satu kasus yang masih hangat dan menjadi perhatian publik adalah belum adanya sikap dan kejelasan yang tegas dari negara terkait kasus pelanggaran HAM dengan korban Poro Duka. Yang kehilangan nyawanya pada bulan April 2018 di Desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat.

Negara seolah absen dalam menyelesaikan dan menindak tegas pelaku pelanggaran HAM berat yang terjadi sepanjang tahun 2018. Absennya negara dalam penuntasan kasus HAM di Indonesia, demikian paparan FP2ST, tentu saja memberikan kesan yang tidak baik di mata dunia internasional. Negara harus mampu memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap warga negaranya. Kejadian sepanjang tahun 2018 di NTT khususnya pulau Sumba menambah catatan hitam pelanggran HAM di Indonesia. Apa yang dilakukan oleh kepolisian sebagai alat negara yang seharusnya melayani dengan baik tidak diimplementasikan dalam tatanan kebangsaan saat ini.

Baca Juga:  Di Sumba, Presiden Jokowi Berciuman dengan Pria

Lebih jauh diuraikan FP2ST, PoroDuka, Agustunis Ana Mesa menjadi korban dari tindakan represif alat negara terhadap masyarakat sipil yang tidak berdaya. Lalu dimanakah peran negara? Tanya FP2ST dalam rilisnya.

Oleh karena itu, demikian urai FP2ST, Warga Marosi, Dede Pada, Bondo Delo, Tawali, Langga Liru, Walhi NTT, Sarnelli, JP KW, JPIC Reds Indonesia dan masyarakat sipil menyatakan sikap dan keprihatinan terkait berbagai persoalan HAM yang terjadi di pulau Sumba. Kenyataan pahit yang dihadapi oleh masyarakat Sumba-NTT masih jauh dari jaminan HAM yang tertuang dalam UU RI No. 39 Tahun1999.

Tak hanya sampai disitu, FP2ST juga menyuarakan keprihatinan terkait banyak masyarakat NTT yang diperdagangkan ke luar negeri (human trafficking) bahkan pulang dalam peti mati. Data dari bulan Januari sampai dengan Oktober 2018 buruh migran NTT yang telah meninggal mencapai 89 korban. Rumah Perempuan Kupang juga mendata banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di NTT dari tahun 2002-2017 sebanyak 3.621 kasuskekerasan. Demikian FP2ST mengutip liputan6.com.

FP2ST juga mengingatkan Poro Duka, ditembak oleh aparat kepolisian Sumba Barat ketika berjuang mempertahankan tanah yang akan dikuasai oleh investor. Tak lama berselang pada bulan Agustus 2018, seorang petani asal Sumba Barat Daya bernama Agustinus Ana Mesa alias Hengky ditembak oleh aparat sampai harus diamputasi. Dan untuk kasusnya sendiri belum ada proses hukum. Lagi-lagi publik meminta tanggungjawab negara soal jaminan HAM.

Baca Juga:  Wakil Dubes Australia Ajak Jauhi Makanan Instant & Cintai Pangan Lokal Sumba

Juga menjadi diungkapkan FP2ST, sepanjang tahun 2018 di Pulau Sumba ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang dilakukan koorporasi (Perusahaan). Ini baru yang nampak dipermukaan belum lagi yang tidak nampak dipermukaan. Hasil investigasi timFP2ST dan juga lembaga pemerhati lainnya, ditemukan fakta bahwa sebagian pelanggaran HAM tersebut bersentuhan dengan persoalan wilayah kelola rakyat (lahan) dimana alih fungsi lahan menjadi indikator pelanggaran HAM baik itu sosial budaya, ekonomi dan lingkungan hidup.(ion)

Komentar