Sebuah Catatan Kritis, Kemana Arah Investasi di Sumba Timur?

oleh
oleh
Deddy Febrianto Holo

Dalam beberapa dekade terakhir Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur mencoba melakukan terobosan dan kebijakan untuk meningkatkan perekonomian daerah diberbagai sektor. Melihat perkembangan saat ini, ditambah dengan berbagai kebijakan nasioanl terkait penguatan dibidang ekonomi maka tidak bisa dipungkiri berbagai kebijakan di daerah lahir untuk menopang kepantingan nasional.

Sumba Timur merupakan daerah yang memiliki potensi yang sangat besar dengan padang yang luas serta didukung geografis, Kabupaten Sumba Timur memiliki wilayah seluas 7000,5 KM2 sedangkan wilayah laut seluas 8.373,53 KM2 dengan panjang garis pantai 433,6 KM. Secara administratif terdiri dari 22 buah Kecamatan dan 156 buah Desa/Kelurahan. Data Sumba Timur Dalam Angka tahun 2016 menunjukkan penduduk Sumba Timur berjumlah 252.163 jiwa dengan kepadatan penduduk rata¬-rata sebanyak 33 jiwa/KM2 *Pusdatin 2016.

Kabupaten Sumba Timur memiliki 96 buah pulau, baik yang berpenghuni maupun yang belum berpenghuni, tiga buah diantaranya berada di bagian selatan yaitu Pulau Salura, Pulau Kotak dan Pulau Manggudu dan satu buah pulau di bagian Timur yaitu Pulau Nuha. 16 buah pulau yang tidak berpenghuni diantara 96 buah pulau tersebut,
telah diberi nama pada tahun 2011.

Baca Juga:  Ke(tidak)adilan Sosial Bagi Seluruh Anak NTT

Persoalan yang saat ini muncul dipermukaan adalah ketika awal masuknya investasi pertambangan dan perkebunan monokultur di pulau Sumba ini menjadi tantangan sekaligus peluang yang dihadapi pemerintah saat ini. Bagimana mewujudkan kesejahteraan dan kesenjangan sosial ekonomi tentu saja harus melihat berbagai aspek pendukungnya, salah satu yang menjadi kekuatan sosial ekonomi menurut penulis adalah sosial budaya.

Kearifan lokal yang selama ini menjadi landasan yang kuat dalam suatu daerah tentu menjadi cikal bakal dari pembangunan masa kini. Sejarah pembangunan tidak terlepas dari sejarah budaya masyarakatnya. Pembangunan tidak bisa terlepas dari apa yang sudah dibangun oleh masyarakat yang sampai kini menjadi kekuatan spiritual dari pembangunan itu sendiri (secara budaya).

Konteks pembangunan sosial ekonomi dan politik harus mengacu pada kearifan lokal masyarakat setempat dalam suatu daerah. Bagaimana menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan sesuai potensi yang ada inilah yang menjadi perhatian serius pemerintah dalam menyusun kerangka program dan kebijakan.

Sejarah investasi di NTT khususnya di Sumba Timur kian menjadi destinasi wisata bagi para investor untuk membuka kegiatan usahanya diberbagi sektor. Salah satu catatan kritis penulis adalah bagaimana menciptakan iklim investasi yang ramah terhadap hak-hak masyarakat dan lingkungan hidup. Kran investasi dari lahirnya paket kebijakan ekonomi terasa begitu memarginalkan hak-hak masyarakat dan lingkungan.

Baca Juga:  GERAKAN PEMUDA TERHADAP KORUPSI

Sumba Timur dalam catatan kritis penulis saat ini ingin membuka sedikit cakrawala berpikir bahwa potensi wilayah Sumba Timur saat ini sama sekali tidak ideal dengan aktifitas pertambangan dan perkebunan monokultur yang saat ini sedang terjadi khususnya perkebunan monokultur. Dari aspek lingkungan hidup bahwa daya dukung lingkungan dengan perkebunan skala besar sangatlah beresiko tinggi bagi keberlangsungan lingkungan hidup.

Hari ini isu yang mejadi populer di NTT khususnya di pulau Sumba adalah rawan pangan dan krisis air belum lagi bicara soal angka kemiskinan di NTT maka akan sangat kompleks persoalan yang ada. Masalah air menjadi persoalan besar di NTT menuju pada kesejahteraan.

Persoalan lahan yang saat ini dihadapi oleh masyarakat Sumba Timur menjadi titik awal masyarakat mempertahankan identitas dan kearifan lokal yang ada. Investasi memberikan dampak positf namun juga membawa dampak negatif kedua sisi inilah yang perlu mendapat perhatian serius pmerintah daerah bagaimana mengakomodir semua kepentingan dalam paket kebijakan untuk lebih bijaksana mewujudkan kesejahteraan yang serasi dan harmonis dengan lingkungan.

Baca Juga:  MAHASISA DI NEGERI DONGENG MULAI DARI CERITA UANG KOS HINGGA UANG PULSA DATA

Masuknya berbagai perusahaan di Sumba Timur sampai pada titik akhir dimana 16 perusahaan yang telah mendapatkan izin lokasi dan HGU di Sumba Timur menjadi persoalan besar ini harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk segera dibenahi. Publik tentu saja menanti sikap tegas pemerintah untuk menindak tegas perusahaan yang tidak beraktifitas di lahan yang sudah diberikan. Sikap Sahabat Alam Walhi NTT meminta sikap tegas pemerintah untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan investasi yang di Sumba Timur. Sahabat Alam Walhi NTT meminta perusahaan untuk menghormati hak-hak masyarakat dan ramah terhadap lingkungan.[*]

Penulis: Deddy Febrianto Holo, Sahabat Alam Walhi NTT – Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air.

Komentar