Waingapu.Com – Sejumlah proyek di Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, terutama yang berada dalam lingkup Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Din – PUPR) telah melewati masa kontrak kerja. Realita yang di Sumtim lazim disebut dengan istilah ‘mati kontrak’ itu tentu memicu perhatian khalayak terkait sikap dari instansi pemerintah terkait.
Yulius Ngenju, Kepala Dinas (Kadis) PU-PR Sumtim yang dihubungi media ini via fasilitas WhatsApp (WA), Selasa (06/11) lalu menegaskan pihaknya akan tetap menerapkan aturan dan ketentuan yang berlaku. Dikatakan Yulius yang mengaku masih dalam kondisi sakit itu, dirinya telah mengingatkan ‘teman – teman’ Kepala Bidang dan PPK untuk menjalankan aturan dan ketentuan yang diamanatkan jika ada yang mati kontrak, yang mana denda wajib diberikan pada kontraktor yang mengerjakan proyek dimaksud.
Yulius masih lewat WA –nya menjelaskan, dirinya mendapatkan laporan bahwasanya banyak pekerjaan yang justru progressnya positif atau bahkan telah hampir selesai. Progress sejumlah proyek di Bidang Bina Marga misalnya disebutnya sebagai contoh. Dimana sebut Yulius sudah ada yang diberikan teguran secara tertulis kepada beberapa rekanan.
Yulius juga menyarankan awak media untuk bisa melakukan konfirmasi dengan Kepala Bidang atu PPK. Kepala Bidang Marga, Christofel M.Umbu Pati, yang ditemui diruang kerjanya, guna menindaklanjuti saran Kadis PU – PR menjelaskan dan mengaskan hal senada.
Ketika ditanya proyek dengan nominal angka di atas satu miliar rupiah yang dananya bersumber dari APBD Sumtim tahun 2018 yang telah diberikan teguran bahkan didenda, Christofel menyebutkan proyek peningkatan jalan (hotmix) di ruas Maujawa – Kamanggi dengan anggaran lebih dari Rp.3,8 milyar dan peningkatan jalan di ruas Patawang – Kamanggi dengan anggaran lebih dari Rp. 2,3 milyar.
“Untuk peningkatan jalan mati kontraknya tanggal dua November kemarin, sedangkan untuk rehab tanggal empat November. Denda atau sanksi yang diberikan sesuai dengan amanat Perpres nomer 15 tahun 2018. Yang mana denda diberikan sebesar satu perseribu dari nilai kontrak,” tandas Christofel seraya menambahkan terdapat hampir sepuluh proyek yang telah mati kontrak.
Adapun proyek penngkatan jalan yang dimaksudkan oleh Christofel, sebagaimana tercantum dalam website LPSE Sumtim, masing – masing dikerjakan oleh PT. Bumi Nusantara Pratama dan CV. Elshaday. Situasi ini ditanggapi beerapa warga sembari menitip asa, agar denda yang diterapkan nantinya benar-benar sesuai dengan kondisi riil. Tidak lantas denda yang diterapkan atau dibebankan ditentukan dengan ‘sim salabim’.
“Kalau proyeknya terlambat sepuluh hari yaa dendanya sepuluh hari, kalau dua puluh hari yaa dendanya dua puluh hari. Jangan sepuluh hari dendanya nanti macam disulap hanya tiga hari atau lima hari,” ungkap salah satu warga senada dengan beberapa warha lainnya yang juga menitip harap identitasnya tidak dipublikasikan dengan dalil menjaga relasi sesama kontraktor.(ion)