Corona di Mata Anak SD

oleh
oleh
Belajar dari rumah

Sejak dikeluarkannya Instruksi Gubernur NTT Nomor 443/100/PK/2020 yang intinya agar sekolah-sekolah di wilayah NTT diliburkan per tanggal 20 Maret 2020 ini menjadi jaminan bagi sekolah-sekolah untuk melaksanakan instruksi tersebut. Namanya saja instruksi berarti tidak ada bantahan, siapapun itu, yang menjadi warga NTT harus taat.

Ini tidak berlaku bagi anak saya yang masih duduk di bangku SD kelas 2, meskipun yang menginstruksikan itu adalah Gubernur. Buktinya hari ini, ia masih minta untuk diantar ke sekolah. Alasannya karena ibu guru tidak bilang “libur” kemarin. Ups… ia sangat percaya sama ibu gurunya dibandingkan dengan orang tuanya (walaupun saya sebagai bapak kandungnya adalah guru juga).

Baca Juga:  Pencurian Ternak di Pulau Sumba Bak Mengurai Benang Kusut

Lepas dari persoalan libur di atas, saya dan teman-teman guru sibuk dengan metode-metode yang dapat dipakai untuk pembelajaran online. Diskusi via daring dengan rekan-rekan guru di Kupang, Rote, Bali, dan Flores mencoba beberapa aplikasi yang ringan dari sisi aksesnya.

Banyak aplikasi video conference yang ditawarkan seperti Google Meet, Zoom, Cisco Webex, dan lain-lainnya. Semuanya kami coba dari rumah kami masing-masing. Kami online dan masuk dalam group yang sama untuk mencoba aplikasi video conference. Hasilnya dengan kondisi jaringan internet seperti saat sekarang ini, boleh dibilang tidak mampu menghandle kebutuhan dengan video conference tersebut. Lantas apa yang harus dipakai untuk kebutuhan pembelajaran daring?

Baca Juga:  Peduli Prahara Covid 19, SFC Sumba Timur Akan Bagi Paket Sembako

Ada beberapa aplikasi yang bisa digunakan seperti Google Classroom dan Kelas Maya milik Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Masih banyak aplikasi pembelajaran online lainnya yang dapat digunakan, tinggal memilih mana yang paling pas untuk digunakan. Media sosial pun seperti FB, Twitter, WA, TG bisa digunakan tapi tentunya dengan keterbatasanya.

Oya, masih ada satu pertanyaan yang mengganggu pikiran saya, sebab belum ada Juknis/Juklak yang menjadi acuan dalam pemberian tugas kepada siswa. Bukankah akan terjadi kelelahan pada siswa karena menumpuknya tugas-tugas dari setiap guru mata pelajaran? Apalagi kondisi seperti kita di Sumba Timur tidak semuanya terkoneksi dengan teknologi internet. Ini menjadi PR buat gurunya, mungkin?

Baca Juga:  Satu Wartawan dan Lima Nakes di Waingapu Positif Covid-19

Ok, selamat ber”libur” selama 14 hari ini dan semoga peserta didik dan guru-gurunya dapat melaksanakan KBM online.[*]

Penulis: Umbu Oskar Tamu Ama, guru di Sumba Timur

Komentar