“KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA”
“KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA”
“KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA”
Begitulah riuh semangat yang bergelora bagai api di lautan almamater biru di AKN Sumba Timur saat memperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017, walau saat itu terik siang menyengat membakar kulit yang basah karena aliran semangat pemuda yang berlabel Mahasiswa itu terus bercucuran.
Miris memang saat peringatan hari sumpah pemuda banyak orang yang menganggapnya sebagai hari yang biasa saja. Padahal jika kita kembali melihat sejarah, hari Sumpah Pemuda sejatinya merupakan tonggak awal perjuangan pemuda. Namun sayang, kesannya tidak meriah dirayakan selayaknya hari besar lainnya. Di tahun ini perayaan hari Sumpah Pemuda dengan mengikrarkan kembali Sumpah ‘keramat’ itu terpantau hanya dilakukan oleh satu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yakni BEM AKN Sumba Timur.
Sumpah Pemuda yang pertama kali diikrarkan oleh pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang bercermin pada persamaan nasib dan sepenanggungan itu, perlu terus dikobarkan untuk menangkal isu sara, hoax dan radikalisme yang semata-mata hanya ingin menodai toleransi, solidaritas dan rasa nasionalisme yang sudah lama mendasari hidup rakyat Indonesia khususnya kalangan pemuda. Sumpah pemuda juga memiliki makna yang kental mulai dari persatuan dan kebinekaan.
Hari sumpah pemuda adalah sarana introspeksi pemuda, terkait bagaimana kita kemudian sebagai pemuda menggelorakan semangat juang pemuda yang terpatri dalam jiwa kita sebagai mahasiswa.
Hal ini juga yang kemudian melahirkan gemuruh lain di halaman kampus AKN Sumba Timur yakni semua peserta bersuara saat dipimpin oleh Ketua BEM AKN Sumba Timur untuk mengucapkan Sumpah Mahasiswa Indonesia
“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan”
“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbangsa satu, bangsa yang mencintai keadilan”
“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan”.[*]
Penulis: Sepritus Tangaru Mahamu