Sejak 20 Maret 2020, kita khususnya guru dan peserta didik harus belajar dari rumah. Perasaan senang saat itu melanda kita sebab santernya pemberitaan tentang pandemi covid 19 di media massa elektronik dan online, ditambah lagi berbagai komentar tentang kejamnya virus ini yang disampaikan oleh pakar/pemerhati kesehatan.
Sekarang sudah memasuki bulan Mei artinya sudah berjalan satu setengah bulan masa dimana terkhususnya guru dan siswa harus melakukan kegiatan belajar mengajar dari rumah masing-masing. Satu setengah bulan adalah waktu yang membosankan bagi sebagian guru, ditambah lagi juknis dan juklak pelaksanaan belajar dari rumah sepenuhnya diserahkan kepada sekolah masing-masing untuk mengelola bagaimana bagusnya.
Ketika berada dalam kondisi pandemi ini, akhirnya berbagai macam metode coba dilakukan oleh guru agar tetap menjalankan proses kegiatan belajar. Sering disebutlah istilah belajar dalam jaringan (daring) dan belajar secara luar jaringan (luring), walaupun kedua istilah ini sudah lama digunakan.
Dalam situasi seperti ini saya pernah membaca artikel berjudul 4 Kelompok Pendidik Cara Daring yang menguraikan tentang tipe guru dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar dari rumah secara daring. Artikel ini tidak ada yang salah. Benar adanya. Jika anda guru, cobalah baca artikel itu.
Berikutnya, model pembelajaran jarak jauh ini akankah menjadi “kenormalan yang baru” sehingga suatu saat nanti bukan menjadi hal yang baru lagi karena “dipaksa” berada dalam kondisi pandemi saat ini. Suka tidak suka, terima tidak terima, harus dilaksanakan, sebab kalau anda tidak melaksanakan maka ada regulasi yang menanti anda.
Berbagai pandangan dan tanggapanpun tentunya akan bermunculan. Ada yang menerima ini sebagai suatu kondisi yang memang harus diterima dengan menyakin pada diri diri sendiri dengan mengatakan, mungkin Tuhan sedang “me-reset” bumi ini, atau menolak keadaan dengan sikap masa bodoh dan tidak mau menjadi bagian dari manusia pembelajar.
Berapa banyak dari kita yang sudah menyandang predikit “guru”, untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya atau dalam hati kita berkata syukurlah, libur bisa sampai tahun ajaran baru? Seberapa lamakah kita memikirkan metode yang menurut kita ampuh untuk pembelajaran siswa kita, atau mungkin kita malah berharap liburnya tambah lama lagi?
Pernah kita berfikir, kenapa tidak menggunakan metode pembelajaran yang lain selain memberikan tugas sebab sebelum ini, siswa sudah sering diberikan tugas, walau bungkusnya beda, bukankah isinya tetap sama? Atau mungkin kita sudah benar-benar blank sehingga pasrah saja dengan keadaan ini? Atau mungkin kita perlu lagi untuk membaca ulang apa esensi tentang Empat Pilar Pendidikan di abad 21!
Selamat memperingati #hardiknas bagi anda yg memang suka #pendidikan dan mau menjadi bagian dari #pembelajar sepanjang masa.(*)
Penulis: Umbu Oskar Tamu Ama, Guru di Sumba Timur.