Waingapu.Com – Setelah sempat diangkat dan diberitakan beberapa kali tentang kekuatiran juga nada kritis warga seputar kualitas material batu yang digunakan PT. Mitra – Waikabubak, dalam pekerjaan bangunan penunjang (pernel drainase dan pancang samping) pada Jalan Nasional ruas Waikabubak – Waitabulla, memicu respon dari beberapa pihak. Satu diantaranya adalah Max Umbu Hina Jangga Kadu, seorang peneliti dan juga akademisi asal Sumba di Kota Bandung, Jawa Barat.
Setelah sebelumnya memberikan tanggapan lewat postingan di media sosial Facebook, Max Umbu Hina Jangga Kadu, juga menghubungi media ini, Sabtu (24/09) siang lalu. Ditegaskan Max Umbu, idealnya uji Labotaorium (Uji Lab) dilakukan tak hanya satu kali dan juga tidak hanya pada satu laboratorium (Lab).
“Untuk tahu pasti kekuatan atau kualitas material batu yang dipakai, idealnya diuji tidak hanya disatu Lab tapi juga dibeberapa Lab, agar ada data pembandingnya. Lab itu juga harus punya kualifikasi jelas. Selain itu, ketika dilakukan Uji Lab wajib dilakukan minimal tiga kali pengulangan. Kalau tidak, diragukan hasilnya,” tandas Max Umbu.
Tak hanya itu, Max Umbu juga menambahkan, sampling yang diambil juga harus dicermati. “Samplingnya juga harus cermat dilihat, seperti apa benar sudah diambil samplingnya, atau jangan sampai samplingnya tidak benar? Atau justru tidak di lokasi semestinya. Atau bisa juga cara mengambilnya tidak atau kurang tepat? Semuanya ada metodennya,” imbuh Max Umbu.
Lebih spesifik tentang material batu yang dikritisi warga dan diberitakan media ini dengan narasi dan foto pendukung, Max Umbu memaparkan, sekilas terlihat memang batu yang dipakai adalah batu kapur. “Kalau dilihat dari foto yang diambil, jenis batunya adalah batu kapur. Kenapa sebut batu kapur? Pada prinsipnya itu tidak salah, karena memang daya dukung kita banyak batu kapur, jadilah menjadi pilihan untuk dipakai. Batu kapur sifatnya higrokopis. Jadi kalau hujan dia mengikat air dan bahkan jadi lebih kuat, hanya sayang, secara umum pulau Sumba ini kecenderungan musim kemaraunya lebih panjang. Jadi daya ikatnya kurang dan rawan longsor,” paparnya.
Masih lanjut Max Umbu, tanah di NTT itu, khususnya Sumba, 85 persen kapur. “Jadi batuan induk kita di Sumba 85 persen adalah batu kapur. Boleh pakai batu kapur, karena memang itu pilihan terbanyak dan termudah untuk dipakai. Tapi harus ditambah dengan teknologi berupa cairan kimia yang disemprot ke batu kapur hingga kekuatannya mendekati beton, paling tidak. Tapi untuk mengetahui bagaimana cara atau solusinya silakan mereka bertanya dan belajar ke pihak yang dianggap lebih tahu, tentunya dengan komunikasi yang baik dan elegan,” pungkasnya.(ion)