MAHASISA DI NEGERI DONGENG MULAI DARI CERITA UANG KOS HINGGA UANG PULSA DATA

oleh
oleh
Sepritus Tangaru Mahamu

Akhir-akhir ini seperti sebuah pepatah berbunyi “sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga” muncul sebuah polemik yang luar biasa menurut saya pribadi. Bagaimana tidak, dalam kurun waktu satu minggu terakhir apakah benar hanya sebagai isu atau yang benar sudah diberitakan oleh beberapa media bahwa mahasiswi menjadi media yang baik melampiaskan hasrat seksualitas baik sebagai dosen maupun elit-elit bejat di negeri ini.

Tapi polemik di negeri dongeng tentu selalu lebih menarik untuk dibahas, bukan begitu para pemilik ideologi yang mengakar di hati dan pikiran kalian? Menjadi mahasiswa tentu adalah hal yang wajar saat ini (karena sudah tidak sesusah dulu untuk menjumpai mahasiswi) dimana setiap kita, hari ini berjuang untuk mensosialisasikan dan merealisasikan kesetaraan gender kita dalam hal ini, adalah kita yang sering di beri cap sdm rendah tapi justru berbanding sebaliknya para kaum intelek dan elit-elit di negeri dongenglah yang sebenarnya memiliki sdm rendahan.

Baca Juga:  Kewirausahaan Sosial yang Memberi Dampak untuk Kemajuan Negara

Mahasiswi menjadi ladang sex yang menarik bukan saja karena mulai bisa berdandan dan berpakaian yang menggetarkan syawat tapi mereka yang harus memperjuangkan sebuah nilai dan hidup yang tak seberapa sehingga dengan mudah menggoyahkan ideologinya dan pada akhirnya jatuh dalam pelukan si bejat.

Negeri dongeng mungkin adalah sebuah tempat yang paling najis yang pernah ada karena di sana orang yang harusnya bicaralah yang jadi korbannya, misalnya saja mahasisa yang harus rela ditiduri agar memperoleh nilai yang membanggakan orang tua atau sebaliknya memberi diri untuk ditiduri! Di negeri dongeng mahasisa yang tidak mampu diberi biaya ganti perawan oleh elit-elit atas. Mungkin inilah alasan paling besar kenapa pemain kelamin masih berkeliaran di negeri dongeng karena itu dianggap dilakukan atas dasar suka-sama suka dalam konsep saling membutuhkan ‘anda puas, saya selamat’.

Baca Juga:  Gerakan PAUDisasi: Upaya bersama demi masa depan anak-anak Sumba

Tragis mahasisa hanya bisa bungkam dalam kerendahan yang paling dia sadari, itulah sebenarnya kenapa kita ketika menjadi mahasisa harus sanggup berorganisasi agar kita dapat melawan dan memberontak kepada tindakan yang menindas perempuan dan mengarah pada krisis moralitas dan keadilan.

Pada dasarnya adalah bahwa ketika kita menjadi mahasisa kita menjadi mahasisa yang terlalu takut sehingga yang menjadi prioritas kita adalah nilai dan lulus, tapi mulai sekarang cobalah membaca dan kalau bisa berorganisasi agar mahasisa tidak hadir sekedar untuk ditindas melainkan menjadi peniada penindasan khususnya bagi perempuan dan kita tidak lagi sebagai mahasisa tapi layak disebut Mahasiswa.

Dan hal unik lainnya adalah di negeri dongeng banyak mahasisa yang justru diam bukan karena merasa menjadi korban melainkan ini adalah ladang untuk mencari uang pulsa data, untuk sekedar mengumbar status tentang moral dan hal-hal prinsip yang kemudian mengelabui untuk menyembunyikan para pemain kelamin.

Baca Juga:  Surat Terbuka Kepada Pemda Sumba Timur

Mahasisa di negeri dongeng hanya berpikir tentang kos, pulsa data dan kuliah pulang sehingga menjadi pribadi yang bobrok tidak bisa berpikir jernih dan ketika tidak ada lagi jalan berpikir buntu menggadai harga diri.

“Berhentilah bicara konsep, mari bertindak dan beri bukti jika bagimu moralitas dan keadilan adalah hal utama yang perlu diperjuangkan”.[*]

Penulis: Sepritus Tangaru Mahamu

Komentar