Waingapu.Com – Pantai Wisata Walakiri di Kelurahan Watumbaka, Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim) – NTT, tak bisa dipungkiri adalah salah satu spot wisata favorit di Pulau Sumba. Wisatawan Nusantara (Wisnu) maupun Wisatawan Mancanegara (Wisman) akan merasa tidan lengkap ‘petualangannya’ di Pulau Marapu Tana Humba ini jika belum merasakan sejuknya dan beningnya air laut, lembutnya pasir putih, liukan bakau (magrove) menari juga tentunya Sunset di Walakiri. Menikmati pesona Walakiri sejatinya akan lebih mengesankan jika saja kuliner-kuliner khas Sumba tersaji nan mengundang selera Wisatawan. Sayangnya potensi kuliner khas Sumba ini masih belum dioptimalkan nilai plusnya.
Untuk menjaga tradisi dan budaya Sumba yang berpadu dengan spirit penganan atau kuliner khas Sumba, pekan lalu berlokasi di pantai wisata Walakiri, Manggulu Project dan Kelompok Tani Mauliru Organik mengenalkan proses pembuatan penganan berbahan lokal Sumba. Aneka sajian yang diproses alami dipertontonkan pembuatannya kepada para wisatawan dan pengunjung pantai, dan warga setempat, juga dipertunjukan cara penyajian yang menarik atau mengundang selera.
“Pulau Sumba sekarang ini lagi menjadi tujuan wisata Favorit Nasional bahkan Internasional, momentum ini kita pakai untuk juga turut menggali kembali, mengenalkan dan menawarkan keunggulan bahan, rasa dan proses alami pembuatan atau pengolahan penganan khas Sumba Timur. Tentunya dengan memadukannya dengan sentuhan warna, cara penyajian dan bentuk-bentuk yang kekinian, hingga mengundang selera mata,lidah dan kemudian tentunya hati pengunjung atau wisatawan,” urai Herdinda Arum, seorang chef dari Jawa Dwipa (Tanah/Pulau Jawa) yang justru lebih senang berpredikat praktisi penganan lokal dibandingkan dengan panggilan Chef oleh para pengunjung dan peserta kegiatan yang di inisiasi oleh Manggulu Project itu.
Warga lokal yang hadir kala itu juga menyambut kegiatan pengenalan dan penyajian menu makanan atau penganan lokal kala itu dengan suka cita. Yuliana Takanjanji, menyatakan dengan kegiatan ini, orang Sumba umumnya dan dirinya serta keluarga kian menyadari keunggulan makanan berbahan lokal dan organic. “Ada bahan pangan lokal yang selama ini mungkin kami sudah tidak lagi peduli bahkann terbuang percuma. Dengan kegiatan ini kami kembali temrotivasi untuk bisa mengolahnya menjadi makan yang lezat, kaya kandungan gizi dan juga bernilai ekonomis,” ungkap Yuliana, warga asal desa Mbatakapidu, yang tergabung dalam kelompok tani Tapa Wall Badi.
Widya Hasian, selaku Project Manager dari Manggulu Project kepada wartawan menjelaskan, Sumtim sejaitnya kaya akan potensi penganan lokal yang bernilai gizi tinggi, juga berpotensi ekonomis tinggi. “Potensi bahan pangan lokal di sini sangat menjanjikan, tinggal dioptimalkan pemanfaatannya, dikembangkan potensi dan cara penyajian yang lebih menarik. Jika hal ini dilakukan oleh perempuan – perempuan Sumba khususnya dan juga warga lainnya pada umumnya, tentu akan bisa mendongkrak perekonomian keluarga jauh lebih sejahtera,” tandas Widya sembari memperbaiki helaian rambutnya yang tertiup sepoi angin pantai Walakiri sore itu. Widya yang juga menjadi bagian anggota Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan itu menyatakan, kegiatan-kegiatan serupa akan dilakukan di lokasi-lokasi lainnya.
Terpantau kala itu, penganan khas yang mengundang selera diantaranya Manggulu, juga Pop Ghum. Bahkan Pop Ghum sempat menarik minat beberapa Wisman. Pasalnya selain prosensya yang masih sangat alami, juga miliki cita rasa unik. Adapun Pop Ghum merupakan akronim dari Pop Sorghum, dimana Sorhum atau Jagung Rote, yang lazim disebut Watar Hammu oleh warga Sumtim itu digoreng diatas api dengan alat penggorengan sederhana yang disebut Yonggang (berbahan seng/aluminium). Sorghum ditaruh kedalam wadah penggorengan dan digoyang-goyang kan di atas nyala api hingga mengembang atau berbunga layaknya Pop Corn. Setelah itu, disajikan dalam kemasan daun pisang kerucut. Penganan seperti Kelor Pan Cake, Watar (jagung) Cup Cake yang semuanya dominan berbahan lokal dan organic dipertunjukan cara pengolahannya secara higeinis dan tentunya menarik dan mengundang selera.
“Sangat enak dan berasa kakhas di lidah. Ini pertama kali saya lihat cara goreng, penyajian dan juga mencicipi jagung dengan jenis ini, saya akan cerita ke teman-teman dan juga keluarga saya,” ungkap Lummy Macare, seorang Wisman dari Jerman pasca membeli dan mencicipi Pop Ghum.(ped–ion)