Waingapu.Com – Hampir sebulan terakhir, Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT disemarakan dengan hadirnya Taman Hiburan Rakyat (THR) di
kawasan Taman Wisata Sweemback Matawai. Perhelatan THR yang digawangi Dinas Infokom setempat itu, merupakan salah satu event yang diselenggarakan Pemkab. Sumtim dalam kerangka menyambut dan memeriahkan HUT Kemerdekaan RI Ke-69. Aneka stand dari pelbagai instansi Pemerintah berada dalam lokasi yang juga menjadi ajang pameran pembangunan itu. Tak ketinggalan stand ketangkasan lempar gelang dan stand ‘ketangkasan lempar bulu ayam’ yang selalu menjadi polemik sejumlah kalangan setiap event tahunan itu digelar.
Stand ketangkasan lempar bulu ayam memang kini telah ditutup/ditiadakan pasca ditutup oleh aparat Polres Sumtim karena ditemukan indikasi perjudian dalam pelaksanaannya. Namun permainan ketangkasan yang mengadu peruntungan dengan menembak angka itu kini berganti baju dengan label rollet atau roda impian dan balap bola alias bola berpacu. Boleh jadi, hal itu tak kalah menariknya dengan kisah metamorfosa kepompong menjadi kupu-kupu.
Seperti halnya bulu ayam, dimana para pemainnya memilih (memasang) angka mulai dari satu hingga dua belas, permainan rollet dan bola berpacu-pun demikian. Bedanya jika bulu ayam, angka dibidik dengan lemparan jarum berbulu ayam oleh salah satu pemain/pemasang pada roda yang diputar, rollet justru dilengkapi dengan jarum penunjuk arah angka. Di angka mana jarum menunjuk pada saat bola berhenti pasca diputar oleh operator, maka pemasang di angka itulah yang dinyatakan sebagai pemenang.
Bola berpacu sedikit beda, bola-bola yang telah dilabeli angka satu hingga dua belas dilepas secara bersamaan pada sebuah papan yang telah diberi sejumlah paku penghadang. Bola mana yang nantinya akan masuk ke lubang kecil (finish) akan dilihat angkanya. Dan pemasang yang sesuai dengan angka itulah yang menjadi pemenangnya.
Jika mempertaruhkan kupon senilai Rp.1000,- kemudian angka yang dipasang menang maka kupon akan digandakan menjadi 10 kupon senilai Rp.10.000, jika kupon Rp.5000,- akan menjadi kupon Rp.50.000 begitu seterusnya. Pada akhir permainan, para pemenang bisa menukarkan kuponnya dengan rokok, minuman ringan, pakaian bahkan Handphone.
Namun penukaran hadiah itu terkesan hanya kamuflase di depan petugas dan hal itu bahkan dibenarkan oleh para pemilik dan pengelola stand. “Kalau malam memang kami jarang langsung tukar uang dengan kupon para pemenang. Jadi mereka datang pagi atau siang, kadang kami minta dan catat nomer HP mereka baru siang kami hubungi untuk datang ambil uangnya. Semua stand juga begitu, buat apa saya tutup-tutup Pak,” jelas Sri, deorang pemilik stand rollet yang ditemui, Senin (25/06) sore kemarin.
Hal senada juga dikemukan oleh pengelola stand lainnya. Bahkan ada pengakuan yang diluar dugaan, dimana sebuah stand ketangkasan disebutkan milik Nur Eka, seorang oknum jaksa, di Kejaksaan Negeri Waingapu.
“Stand Freedoom itu yang punya pak Nur Eka, dia jaksa, kami tahu dia. Memang jarang dia datang ke stand, kadang -kadang saja,” ujar Ravi, seorang pemilik stand lempar gelang dibenarkan oleh seorang remaja puteri yang beberapa kali sering membantu orang tuanya melayani para pemain/petaruh.
Pernyataan para pemilik stand tersebut bagai menegaskan pernyataan Kapolres Sumtim, AKBP. Supiyanto, Minggu (24/08) menanggapi pertanyaan wartawan, Sabtu (23/08) malam.
“Anda sudah tahu yang namanya judi, pasti dilarang. Itu sudah menjadi komitmen Polri, termasuk Polres Sumba Timur. Selama THR tahun ini kami sudah tutup 3X, dihimbau untuk ganti permainan yang tidak berbau judi. Awalnya benar, lama2 berbau judi.Langsung kita tutup. Jika anda masih melihat ada judi, berarti mereka kucing-kucingan dengan petugas. Tolong bantu kami untuk dokumentasi biar kita sikat. Ada jaksa yang punya stand dan terindikasi judi kenapa anda nggak berani ekpos?”papar Supiyanto via BBM-nya.
Terkait dengan pernyataan pemilik stand dan juga Kapolres itu, Jaksa Nur Eka yang dihubungi via telpon selularnya, Senin (25/08) sore kemarin membantah memiliki stand. Nur Eka yang ketika dihubungi mengaku sedang bertugas ke Kupang itu membenarkan jika dirinya beberapa kali datang bermain dan nongkrong di stand itu.
”Silakan check di panitia, apakah ada nama saya yang terdaftar sebagai pemilik stand? Saya memang akui sering bermain kesana, tapi bukan Bandar atau pemilik stand,” tandasnya.
Sehubungan dengan pernyataan Kapolres , Nur Eka menegaskan pihaknya akan mempertanyakan hal itu ke pihak Polres Sumba Timur.
“Saya nanti akan mempertanyakan itu, saya tidak munafik, kalau main ya saya akui, juga nongkrong di sana. Kalau untuk saya bandar tidak benar itu. Banyak angota Polisi juga bermain, jadi kalau bermain apa memang langsung disebut pemilik stand. Kapolres janganlah menyebut institusi, Kapolres ini menerima laporan dari anggota yang tidak benar,” timpal Nur Eka.
Keberadaan stand ketangkasan memang cenderung menuai polemik warga dari aneka kalangan. Namun demikian, keberadaannya selalu menyedot para penikmatnya yang seakan merindukan pelabuhan tuk melabuhkan hasrat bertaruh yang selama sebelum adanya THR selalu penuh rasa was-was tuk beraksi.(ion)