Waingapu.Com – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT merespon dengan tegas pengakuan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumba Barat. Respon tegas WALHI NTT itu bahkan meminta Polisi harus mengusut dan melakukan penyelidikan terhadap kinerja Kantor BPN Sumba Barat. Selain itu juga menyelidiki keterlibatan Kepala Kantor BPN Sumba Barat dan menangkap oknum BPN yang mengangkangi mandat undang undang.
Penegasan itu disampaikan WALHI melalui rilisnya yang dikirimkan Umbu Wulang Tana Amahu Paranggi, selaku Direktur Eksekutif WALHI NTT, yang diterima media ini, Rabu (23/05) malam lalu.
Dalam rilisnya, WALHI NTT menjabarkan, Jaungkap E. Simatupang, selaku Kepala Kantor BPN Sumba Barat, telah mengakui adanya sertifikat ganda di sebagian Lahan tanah terindikasi terlantar yang notabene diakui oleh BPN atas nama PT. Sutera Marosi Kharisma. Pengakuan BPN itu demikian WALHI dinilai terlambat. Karena selama ini BPN Sumba Barat telah menutupi fakta ini.
Dinyatakan dalam rilisnya, BPN Sumba Barat justru bersama perusahan dengan dikawal aparat kepolisian memaksakan melakukan pengukuran pada 25 April 2018. Akibatnya, telah menimbulkan korban jiwa, dimana Poro Duka, menjadi korban karena tertembak senjata aparat. Mestinya, demikian WALHI menegaskan, BPN harusnya menyelesaikan dahulu persoalan sertifikat ganda itu dan menyanggupi permintaan warga.
Atas keteledoran dan mafia sertifikat tanah di tubuh BPN Sumba Barat, WALHI NTT menyampaikan sejumlah pernyataan yakni meminta agar Kantor BPN Sumba Barat diperikasa dan diaudit oleh pihak berwenang, meminta polisi untuk menyelidiki kasus ini dan menangkap oknum mafia sertifikat di tubuh BPN Sumba Barat, meminta kepolisian untuk memeriksa kepala kantor BPN Sumba Barat yang WALHI anggap telah membiarkan mal administrasi terjadi yang telah mengakibatkan kematian Poro Duka, mengecam sikap BPN Sumba Barat yang memaksakan pengukuran diatas tanah yang terindikasi terlantar dan sedang bermasalah secara hukum. Selain itu itu WALHI NTT juga meminta kantor ATR BPN NTT untuk turun tangan dan menghentikan sertifikasi lahan hak milik di daerah pesisir Pantai. Ini agar Kantor ATR BPN mematuhi Perpers no 51 tahun 2016 tentang batas sempadan pantai.
Selain itu, WALHI NTT juga diakhir rilisnya meminta ATR BPN untuk mengembalikan tanah rakyat yang menjadi sengketa antara perusahan PT. Sutera Marosi Kharisma dan warga.
Sebagaimana diwartakan Harian Umum (HU) Pos kupang lewat kanal onlinenya http://kupang.tribunnews.com, Jumat (18/05) lalu, Kepala kantor pertanahan Kabupaten Sumba Barat, Jaungkap Edward Simatupang, mengakui adanya sertifikat ganda pada sebagian lahan milik PT Sutra Marosi Kharisma yang diterbitkan kantor pertanahan Sumba Barat tahun 2016.
Menurutnya, saat itu, warga selaku ahli waris mengaku orang tuanya tidak pernah menjual tanah tersebut kepada pihak lain sehingga mengajukan permohonan pengukuran tanah dan penerbitan sertifikat. Dan kantor pertanahan Sumba Barat menerbitkan sertifikat tanah itu pada tahun 2016. Jaungkap mengaku lupa nama pemilik tanah itu.
Kasus agraria di Marosi – Lamboya inilah yang kemudian berimbas kericuhan yang melibatkan warga dan aparat. Selain tewasnya Poro Duka dan ada korban luka-luka warga dan aparat, juga berimbas pada pencopotan Kapolres Sumba Barat oleh Kapolri. (ion)