Waingapu.Com – Peringatan detik-detik Proklamasi dalam rangkaian upacara HUT Kemerdekaan RI ke-76, Selasa (17/08) kemarin sudah pasti punya kisahnya sendiri. Terutama bagi warga pulau Sumba, terkhususnya Kabupaten Sumba Barat, NTT. Akan ada cerita yang sulit untuk dilupakan dan niscaya akan selalu dikenang. Jikapun terlupa sudah pasti akan diingatkan media sosial yang selalu ‘otomatis’ mengembalikan kenangan setiap momen yang diabadikan lalu diunggah warganet.
Aksi heroik Soleman Sairo, seorang pria lajang yang baru akan mencapai usia 30 tahun pada 31 Desember mendatang itu, yang mengaku terketuk hatinya untuk memanjat tiang dari bambu yang dipakai sebagai tiang bendera dalam upacara di Kecamatan Loli, pasca insiden putusnya tali pengait bendera. Refleknya yang kemudian kemudian diabadikan dalam foto dan video android warga yang ambil bagian dalam upacara kala itu. Tak ayal kisahnya kemudian memantik heboh dua dunia, nyata dan maya.
Leman demikian sosok ini biasa disapa, mengakui tindakan bentuk spontanitas, tanpa berpikir sebelumnya, figurnya nanti akan menjadi sosok terkenal. Dikatakannya ketika dihubungi wartawan via gawainya, beberapa jam pasca aksinya menjadi viral itu, tindakan yang diambilnya sebagai bentuk nyata cintanya pada NKRI.
“Saat bendera itu dikibarkan saya sebenarnya sedang menutup mata dan berdoa, ucap terima kasih pada Tuhan atas kemerdekaan. Tapi ketika saya buka mata saya kaget benderanya sudah jatuh ke tanah. Ketika saya lihat itu saya menangis,” jelasnya.
Dengan suara bergetar Leman kembali berkisah, dia terus memanjatkan doa ketika salah satu anggota Paskibra berupaya memanjat tiang bendera. Namun kemudian dipertengahan kembali turun karena tidak mampu.
“Ketika saya lihat dia turun, saya langsung tergerak untuk maju tanpa pikir panjang. Buka baju dan langsung memanjat tapi memang saya sempat berhenti di tengah karena dada saya perih dan nafas saya sesak. Namun saya berdoa lagi dan minta Tuhan beri kekuatan, apalagi tiang ini sempat kena hujan gerimis tadi, dan goyang saat saya di atas,” tuturnya.
Doanya dirasakan langsung mendapatkan jawaban dari Sang Khalik tentu dengan caranya sendiri. Yaa, adanya warga yang melemparkan handuk kepadanya kala dia terombang-ambing lanjutkan atau turun kembali seiring keterbatasan nafas dan tenaga, salah satu bentuk jawaban Tuhan atas doanya.
“Ada yang lempar handuk ke atas untuk saya lap keringat dan air. Hampir gagal tapi saya berupaya untuk bisa meraih tali dan tetap dengan doa agar saya bisa sampai ke tali itu dan kemudian saya gigit turun ke bawah,” tukas Leman yang juga merupakan Kepala Urusan (Kaur) Umum pada desa Bera Dolu itu.
Moment lainnya yang tak bisa pula dipandang sebelah mata, adalah jerih lelah pembina atau pelatih dan tentunya anggota Paskibra Kabupaten Sumba Barat. Dengan latihan keras dan disiplin, ‘Mamuli raksasa’ tersaji di Lapangan Manda Elu dalam sebuah replika. Formasi ini pertama kali digunakan di dunia, untuk formasi barisan Paskibra.
Apresiasi layak diberikan untuk kedua kisah ini. Warganet dengan caranya sudah barang tentu memberikannya. Refeleksi juga patut untuk dilakukan, sebagaimana diungkapkan oleh Alexcander Redamata Dapawole, anggota DPRD Sumba Barat. Formasi Mamuli yang ditampikan Paskibra, menjadi bukti uniknya Indonesia. Demikian tandasnya dalam rilis yang diterima media ini.
“Negara unik ini lahir dari persatuan dan kesatuan masyarakatnya terutama oleh peran pemuda. Pemuda yang memiliki semangat yang tinggi untuk berkontribusi, pemuda yang menggerakkan, dan menjadi elemen penting dan daerah dan bangsanya,” tegasnya.
Khusus untuk kisah Leman, sejumlah catatan diungkapkan Alex untuk menjadi bahan refleksi semua elemen terkait. Selain apresiasi kepada Sosok Leman, pihaknya juga menyarankan para pelatih ataupun penanggung jawab kegiatan di tingkat kecamatan atau kabupaten agar terus membenahi diri dengan pencermatan yang sungguh pada tali bendera apakah layak atau tidak misalnya.
“Ada sikap antisipasi karena momen seperti ini adalah momen sakral, dan kehormatan bangsa kita. Apalagi dengan teknologi informasi yang ada sangat cepat untuk kita di pantau oleh pemerintah yang lebih tinggi, sehingga bagi saya mesti hal-hal teknis juga di perhatikan,” paparnya.
Tak hanya itu, setiap kecamatan kata dia, hendaknya tiang bendera yang disiapkan sudah berbahan besi atau pipa. Aanggarannya sebut dia tidaklah besar. Apresiasi juga diberikannyaa pada figur Camat Loli, yang dinilainya telah mengangkat jiwa sosok Leman. Yang juga tak kalah urgen kata Alex adalah pengahragaan pemerintah pada Leman. “Berikan penghargaan kepada Soleman sairo sang pahlawan itu, bisa saja dengan sertifikat, beasiswa anaknya, ataupun apa saja yang bisa memotivasi hidupnya agar lebih baik dan menjadi cerita hidup bagi generasinya,” pungkasnya.
Sepantasnyalah, seluruh jari jempol yang dimiliki jika mau dan ikhlas layak diangkat untuk kedua aksi dan sajian dalam dua lokasi terpisah di Sumba Barat itu. Dua kisah dalam satu momentum. Gempita HUT kemerdekaan RI saban tahun tak dinyana punya kisahnya sendiri. Namun sepantasnyalah semua itu dijadikan suplemen untuk memupuk kebanggaan pada Bangsa yang Berbhineka ini. Nusantara yang menjadi satu dalam NKRI. (ion)