Sekilas Wulla Poddu (Bulan Pahit) – Sebuah Ritual Adat di Sumba Barat 

oleh
oleh
Hutri Tena Bolo

Wulla Poddu berasal dari kata ‘wulla’ yang berarti bulan dan ‘poddu’ yang berarti pahit. Jadi secara harafiah Wulla Poddu berarti ‘bulan pahit’ Disebut pahit karena sepanjang bulan itu ada sejumlah larangan yang harus dipatuhi dan serangkaian ritual yang harus di jalankan. Intinya Wulla Poddu adalah bulan suci. Banyak ritual adat pendukung yang di jalankan selama Wulla Poddu yang berlangsung antara bulan Oktober- November setiap tahun. Ada yang bertujuan memohon berkat, ada yang sebagai sarana mengucap syukur, ada yang bercerita tentang asal usul nenek moyang dan ada pula yang menggambarkan proses penciptaan manusia. 

Hampir semua wilayah di Sumba Barat merayakan ritual ini. Di wilayah Lamboya kegiatan berpusat di Kampung Sodan dan Kadengar, di Wanokaka berpusat di Kampung Kadoku, di Tana Righu berpusat di kampung Ombarade, tapi yang terbesar dari semua ada di wilayah Loli. Hampir semua kampung adat di wilayah Loli ini merayakan Wulla Poddu, dengan Tambera, Tarung, Bondo Maroto, dan Gollu selaku Kampung – kampung sentral ritual.

Baca Juga:  HUT Lantas, Polres Sumba Barat Laksanakan Giat Jalan Santai & Sehat

Ritual Wulla Poddu

Selama melaksanakan ritual Wulla Poddu, masyarakat di larang melakukan sejumlah pekerjaan harian seperti bekerja di ladang, buat rumah, tidak boleh merayakan upacara kematian dan acara meriah lainnya.  Disepanjang bulan itu banyak orang berburu babi hutan. Hasil buruan diserahkan kepada Rato sambil melantunkan tanya jawab dalam bentuk pantun adat (Kajalla). Babi hutan yang pertama kali ditangkap biasanya menjadi indikator hasil panen. Babi jantan berarti hasil panen bakal memuaskan, babi betina yang sedang bunting menandakan hasil panen kurang baik, sementara jika babinya menggigit orang berarti bakalan ada hama tikus. 

Kronologi ritual

Wulla poddu diawali dengan semedii para Rato Marapu (tetua adat) untuk menentukan masa bulan suci. Dan seperti umumnya terjadi pada masyarakat tradisional manapun penentuan masa ini tidak berdasarkan kalender Masehi, tapi berdasarkan perhitungan yang mengacu pada gejala alam dan benda langit terutama bulan. Jenis dan waktu penyelenggaraan ritual pun tidak selalu sama antara Kampung yang satu dengan Kampung lainnya.

Baca Juga:  Pulau-Pulau Kecil & Dampak Nyata Krisis Iklim

Kepercayaan asli masyarakat Sumba

Marapu adalah salah satu kepercayaan atau agama asli nusantara yang telah lama dan dianut oleh masyarakat ataupun penduduk asli Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Disebut bahwa orang Sumba yang tidak menganut enam agama resmi di Indonesia maka mengakui dirinya sebagai orang Marapu.Mereka berkeyakinan jika manusia hendak berhubungan dengan Sang Pencipta, maka harus memakai perantara atau media, yaitu Marapu atau arwah nenek moyang. 

Sang Pencipta akan menyampaikan keinginan dan jawaban melalui Marapu, kemudian Marapu memberitahukannya kepada manusia melalui media ritual seperti jeroan ayam dan atau babi yang menjadi kurban dalam ritual. 

Sedangkan ritual Wulla Poddu sendiri adalah ritual penting yang digunakan oleh masyarakat penganut kepercayaan Marapu dalam menentukan pedoman atau petunjuk untuk berbagai aspek kehidupan dalam suatu rentang waktu tertentu. Karena itu, Wulla Poddu telah menjadi ritual yang kerap dilakukan secara rutin dengan salah satu tujuan untuk mendekatkan diri kepada Khallik Semesta atau lazim disebut oleh masyrakat umum dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Baca Juga:  STA & Wisatawan Prihatin Perburuan Penyu Di Pantai Marosi

Penulis: Hutri Tena Bolo, Mahasiswa, Universitas PGRI Kanjuruhan, Malang

 

      

          

Komentar