Semua Pemuda Punya Sisi Inspiratif, Jadilah Inspirasi Bagi Sesama

oleh
oleh
Rexine Yerelvani Riwu

Iseng saja melihat Dinamisator komunitas Ana Tana, Sepritus Tangaru Mahamu, yang menulis dan tidak kehabisan ide. Saya tanyai mengenai tulisan, lalu beliau menantang saya menulis mengenai Pemuda yang menginspirasi. Saya langsung merujuk pada UU RI NO. 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Bab 1 pasal 1, bahwa Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Dan lalu membayangkan dengan jumlah pemuda yang tidak sedikit, bisa berapa banyak inspirasi yang dihasilkan?

Setiap pemuda sejatinya punya sisi inspiratif, tapi semuanya tergantung dari sisi mana ia dilihat orang lain. Pemuda yang memilih putus sekolah dan berjualan ikan, pemuda berprestasi dengan nilai UN tertinggi, pemuda penggila musik yang kemudian menjadi seorang penyanyi, dan lain sebagainya. Kalau ditelisik tentu punya sisi menarik dan bisa menginspirasi banyak orang.

Pantang menyerah, tetap semangat dan terus berkarya adalah sekian dari banyaknya hal yang dapat kita teladani. Bagi sebagian orang mungkin berpikir, apa sih yang patut dibanggakan dari seorang pemuda penjual ikan atau dari seorang pemuda penjahit pakaian?

Baca Juga:  Episode 1 Serial Perang Dunia II: Peristiwa Yang Melatar Belakangi Perang Dunia II

Jawaban terbaik yang bisa saya berikan adalah tidak ada yang tahu nasib seseorang kecuali Sang Pencipta. Siapa yang tahu, pemuda penjual ikan itu nantinya menjadi pedagang mashyur? Siapa yang tahu pemuda penjahit pakaian itu kelak menjadi designer? Sebenarnya ini bukan sekedar tentang hasilnya seperti apa nanti, ini tentang cara pemuda tersebut berproses. Jika kelak hasilnya bukan seperti yang anda harapkan dalam artian ‘punya penghasilan yang gede ‘, jangan berkecil hati. Karena tiap pekerjaan itu panggilan Yang Kuasa. Cukup menjadi seorang pemuda yang diberkati dan membagi berkat saja sudah sangat menginspirasi, bukan?

Gaji besar, uang berlimpah atau anggapan bahwa kita memiliki level tinggi sebenarnya adalah gaya hidup mereka yang katanya dewasa di era sekarang. Katanya ‘Hari gini gak mau uang? Munafik’ memang benar. Uang tidak bisa dibawa mati, tapi tak ada uang rasanya mau mati, namun tidak juga berarti diperbudak oleh uang-kan?

Baca Juga:  Catatan Kritis Untuk Investasi Di Sumba Timur

Ooo yaaa, Saya sendiri memiliki sosok muda yang menjadi inspirasi, namanya Ruth Clarita Pradibdo. Sejak awal bertemu ditahun 2014 pada acara program Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, GENRE – say no to drugs, free sex, and HIV/AIDS , first impression. Waktu ketemu kak Uth (sapaan akrabnya) terlintas dia adalah manusia yang beruntung. Karena selain cantik, dia juga adalah wanita yang pintar dan sangat percaya diri. Tidak sempat berbicara secara langsung dengan kak Uth, tetapi melalui puisi-puisi berkelasnya yang saya baca melalui akun sosial media Facebook-nya, saya yakin dia pribadi yang ramah. Akhirnya saya mencoba memberanikan diri berkomunikasi via messenger dan yaaah, nyatanya memang seperti dugaan saya, dia ramah dan tidak sombong.

Baca Juga:  Menelusuri Penyebab Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi Sumba Timur: “Catatan kritis dari debat calon bupati & wakil bupati Sumba Timur 2015-2020”

Ia saat ini adalah seorang mahasiswi kedokteran di salah satu universitas di Malang. Puisi yang paling saya sukai adalah mengenai kebudayaan Sumba, terlihat jelas lewat rangkaian bait puisinya, Ia sangat mencintai Sumba. Dan entah mengapa hati saya selalu bergetar tiap kali membaca puisinya lalu dengan sendirinya kak Uth sudah menginspirasi saya dalam berpuisi sampai saat ini.

Jadi, mari bangun para pemuda! Jadilah bijak dan mengispirasi banyak orang.

“Jadi Pemuda itu tidak bisa kalau hanya mampu secara intelektual, tapi pemuda harus juga mampu bersosial, sebagai anak muda atau Agent Of Change, jangan melakukan sesuatu karena uang tetapi lakukanlah sebagai wujud dari pengabdian” demikian kutipan saya dari ungkapan kalimat dalam tulisan Sepritus Tangaru Mahamu, yang saya baca beberapa waktu lalu.[*]

Penulis: Rexine Yerelvani Riwu, Anggota Komunitas Ana Tana

Komentar