Waingapu.Com – Penerapan dan penegakan aturan juga hukum di sejumlah wilayah NKRI acapkali bersinggungan dengan aneka opini masyarakat yang disandingkan dengan dalil budaya dan tradisi. Realita ini pula yang menjadi salah satu aral untuk penerapan dan penegakan Undang-Undang (UU) Darurat Nomer 12 tahun 1951 terkait membawa senjata tajam di tempat umum.
Berpijak pada kondisi itu, Polres Sumba Timur (Sumtim), NTT menggelar tatap muka dengan para lurah, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda se-kota Waingapu, Rabu (24/09) lalu di aula Jananuraga Polres setempat.
“Terkait dengan penerapan Undang-Undang Darurat ini, Polres tentunya tidak akan melakukan langkah represif namun didahului dengan persuasif. Di tempat-tempat umum akan dipasang banner, baliho dan stiker berupa terima kasih dan apresiasi terhadap warga yang tidak membawa sajam lalu dibawahnya diberikan catatan pasal Undang-undang Darurat,” papar Kapolres Sumtim AKBP. Supiyanto, dalam acara tatap muka itu.
Adapun ancaman pidana bagi para pelanggar Undang-Undang darurat itu, demikian imbuh Supiyanto, akan dikenai ancaman pidana penjara maksimal hingga 10 tahun/hukuman mati.
“Kalau bisa nantinya Polisi dan pemerintah juga. Bersama para tokoh masyarakat dan tokoh agama mendorong dibuatnya Perda yang mengatur tentang sajam, juga para pengrajin dan penjual sajam wajib didata dan wajib mempunyai ijin,” harap Muhamad Z.Bunga, salah satu tokoh mayarakat kota Waingapu.
“Razia sajam juga harus rutin digelar namun dilakukan secara acak agar jangan sampai bocor terlebih dahulu. Juga para pelanggar untuk diberikan ganjaran nyata hingga bisa menimbulkan efek jera,” tandas Cornelis Kadja, tokoh masyarakat asal kelurahan Kambaniru.
Seperti terpantau hingga Kamis (25/09) sore hari tadi aparat Polres setempat telah memajang sejumlah baliho, spanduk dan stiker terkait sosialiasi UU Darurat pada sejumlah area publik seperti di Bandara dan sejumlah pintu masuk ke kota Waingapu.(wyn)